Data pertumbuhan ekonomi RI yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) diragukan banyak pihak, pertumbuhan ekonomi RI 5,12% secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II 2025 dianggap ganjil dan mengada-ada. Data tersebut dinilai tak masuk akal dan condong menyesatkan.
Terkait respons masyarakat tentang pertumbuhan ekonomi tersebut Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi memberi pembelaan. Menurutnya itu adalah data pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya,tak ada data yang dikarang-karang. Dia bahkan menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi saat ini sukar diterjemahkan dan dipahami dengan cara pandang konvensional.
Baca Juga: Dari Istana ke Jakarta: Jalan Mulus Karier Politik Pramono Anung
Dia kemudian mencontohkan fenomena rombongan jarang beli (rojali) dan rombongan hanya nanya (rohana) yang belakangan menjadi pembahasan masyarakat luas lantaran dianggap sebagai salah satu indikator lemahnya ekonomi Indonesia. Menurut Hasan banyak prespsi yang salah terkait munculnya fenomena tersebut, pada kenyataannya fenomena itu kata dia menunjukkan sektor-sektor tertentu justru mengalami pertumbuhan, terutama akibat digitalisasi dan perubahan pola konsumsi masyarakat.
“Jadi kalau fenomena-fenomena parsial tadi, seperti Rojali dan Rohana, kita masih melihatnya dalam ekonomi konvensional. Sementara sekarang, ekonomi itu berkembang sekali. Model dan cara jual beli berkembang,” kata Hasan di Kantor Komunikasi Presiden, Kamis (7/8/2025).
Ia mencontohkan pertumbuhan signifikan pada sektor logistik, yang tercatat dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai indikator tingginya aktivitas ekonomi. Menurut Hasan, geliat di sektor ini menunjukkan adanya pergeseran dari transaksi konvensional menuju sistem digital melalui marketplace dan platform daring lainnya.
“Sektor logistik kita tumbuh, coba lihat datanya dalam laporan BPS. Artinya kalau sektor logistik tumbuh, dan pengiriman barang yang dikirimkan itu ada pergerakan barang atau orang, itu artinya ada jual beli. Dan mungkin jual belinya tidak lagi di toko-toko konvensional, tetapi sudah lewat marketplace, platform yang lain,” tegasnya.
Hasan mengajak masyarakat untuk mengubah cara pandang terhadap ekonomi Indonesia saat ini. Ia menilai penting untuk tidak lagi terpaku pada cara berpikir lama yang tidak relevan dengan perubahan zaman.
“Kita harus open minded, cara berpikirnya lebih terbuka. Jangan terpaku dengan cara berpikir yang oldschool atau konvensional,” ujar Hasan.
Dalam kesempatan itu, Hasan juga mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto menyambut baik capaian pertumbuhan ekonomi nasional dan realisasi investasi yang dirilis baru-baru ini. Ia menyampaikan bahwa presiden menilai capaian tersebut sebagai sinyal positif dari keberhasilan strategi transformasi ekonomi pemerintah.
“Presiden optimistis dengan pertumbuhan ekonomi seperti ini. Artinya, strategi transformasi nasional kita sedang berada di jalan yang benar,” jelas Hasan.
Salah satu pihak yang menganggap data pertumbuhan ekonomi RI sangat ganjil adalah Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Mereka mempertanyakan keabsahan data tersebut.
“Apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia ini bisa kita kategorikan sebagai anomali? Jangan-jangan memang ada semacam window dressing,” ujar Kepala Center of Industry, Trade and Investment Indef, Andri Satrio Nugroho, dalam diskusi publik bertajuk "Tanggapan atas Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2025", Rabu (6/8/2025).
Andri menyoroti perbedaan mencolok antara data makro BPS dengan laporan para pelaku industri. Ia mempertanyakan bagaimana pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,12%, padahal kuartal II 2025 tidak didukung oleh momen Ramadan dan Lebaran seperti di kuartal sebelumnya.
“Pada kuartal II 2025 tidak ada momentum Ramadan, tetapi justru pertumbuhannya lebih tinggi dari triwulan I yang hanya 4,87%. Ini mencengangkan,” ujarnya.