Nama Joseph Wibowo kerap luput dari sorotan publik,ia memang tak sepopuler tokoh pendidikan lainnya di Indonesia, namun harus diakui kontribusinya memajukan pendidikan Tanah Air cukuplah besar. Perjuangan menghadirkan pendidikan berkualitas tinggi di Indonesia wajib diapresiasi. 

Universitas Bina Nusantara alias Binus University yang kita kenal sekarang ini adalah buah dari  kerja keras Joseph menghadirkan pendidikan bermutu tinggi bagi generasi muda Indonesia. Salah satu kampus elite itu lahir dari tangan dingin Joseph. 

Joseph Wibowo Hadipoespito lahir pada 21 Oktober 1918, ia berpulang 15 Juli 2001 pada umur 82 tahun, kendati berjasa di bidang pendidikan, namun Joseph justru meraih gelar Anugerah Bintang Gerilya Sultan Yogyakarta pada 1950 dan Anugerah Bintang Veteran pada 1996.  Wajar saja, selain di dunia pendidikan ia juga punya jasa besar mengusir penjajah. 

Baca Juga: Fashion Design BINUS Hadirkan Plant-Based Leather dari Limbah Pisang dan Nanas

Joseph menjadi salah satu donatur yang menyokong logistik pasukan gerilya semasa Agresi Militer Belanda Kedua. Ia  menyumbangkan dana dari hasil jualan rokok lokal miliknya di Malang.

Joseph memang berasal dari keluarga sederhana yang hidup pas-pasan. Lantaran itu, semua keinginannya jelas ia upayakan sendiri termasuk perihal mencari nafkah. 

Pada 1953 ia memutuskan pindah ke Probolinggo Jawa Timur, di sana ia mulai hidup baru setelah menyudahi bisnis rokok lokal karena berbagai alasan.

Merintis Bisnis Kertas 

Di Probolinggo Joseph memulai bisnis kertas, usahanya lumayan maju kendati baru merintis, ia mampu menguasai beberapa pasar lokal,  kertas yang ia ambil dari pabrik di Leces itu ia jual di berbagai kota di Jawa Timur termasuk Surabaya dan sekitarnya. 

Semuanya ia kerjakan seorang diri, Joseph rela berkeliling dari satu tempat ke tempat lain. Kerja kerasnya itu membuahkan hasil manis. Usahanya kian berkembang seiring berjalannya waktu, tapi naas ia kemudian dihantam kebangkrutan setelah ditipu mitranya sendiri. 

Usaha yang telah menghidupinya selama 16 tahun itu akhirnya ditutup pada 1969 setelah salah satu mitra dagangnya memberi ia cek kosong. 

Joseph benar-benar jatuh, ia terperosok di jurang kebangkrutan yang begitu dalam, ia mencoba bersandar pada sisa keuntungan hasil usahanya selama ini, namun sisa uang itu tak sanggup menopang beratnya tanggungan ekonomi keluarga. 

Di tengah kondisi sulit itu Joseph mencoba  mengerjakan apa pun yang bisa membuat dapurnya mengepul seperti sedia kala, namun asa untuk kembali ke era kejayaan hanya sebatas angan-angan belaka. 

Bekerja serabutan tak bisa membuatnya kembali pada versi terbaiknya, hal ini yang memaksa seluruh anggota keluarganya  untuk ikut bekerja mencari penghasilan tambahan.  

Istrinya mulai menjual makanan ringan, seperti keripik singkong dan sekoteng, sementara anak-anak mereka merantau ke Jakarta untuk mencari kesempatan kerja dan pendidikan yang lebih baik.

Hijrah ke Jakarta 

Probolinggo tidak lagi menjadi kota yang ramah bagi Joseph, semua yang telah ia upayakan rasanya sia-sia, kerja kerasnya hanya habis untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan kondisi ekonominya kian memburuk di kemudian hari.  

Atas dasar itu, Joseph memutuskan membawa sang istri ke Jakarta menyusul anak-anak mereka yang sedang menempuh pendidikan di sana. Ia melihat potensi Jakarta sebagai pusat ekonomi dan teknologi di masa mendatang. 

Tentu saja sesampainya di Jakarta, Joseph tidak langsung tancap gas, ia masih terus putar otak untuk mencari model bisnis yang ia tekuni nantinya. 

Untuk menopang kebutuhan keluarga selama di perantauan, sang istri membuka usaha produksi roti rumahan. Usahanya lumayan maju, cukup untuk menghidupi keluarga kecil mereka. 

Membangun Binus dari Rumah Sewa 

11 tahun setelah kebangkrutan bisnis kertas miliknya, Joseph baru benar-benar bisa menemukan model bisnis baru yang ia yakini bisa kembali mengantarnya di puncak kejayaan. 

Baca Juga: Ratusan Triliun Uang Negara Raib Digondol, Prabowo: Saya Tak Menduga Korupsi Separah Ini

21 Oktober 1974 ia bersama istri dan anak-anaknya mulai mendirikan Modern Computer Center (MCC).  Usaha itu dimulai dari sebuah rumah kecil yang mereka sewa di  Jalan Makaliwe, Grogol, Jakarta Barat. Itu adalah tempat usaha sekaligus tempat tinggal Joseph bersama keluarganya. 

Memulai usaha komputer di tahun itu jeles dianggap sebagai hal yang aneh, ketika itu kebanyakan masyarakat masih belum mengenal komputer, tetapi dengan keteguhan hatinya, Joseph menjalankan usahanya itu seraya berharap nasib baik berpihak padanya.