Maestro properti Tanah Air Tjie Tjin Hoan atau karib dikenal dengan nama Ciputra melalui bab kehidupan yang tak muda, sejak kecil dirinya sudah akrab dengan berbagai perjuangan berat, namun semua lembar kehidupan itu ia lewati dengan hebat. Kesuksesan yang rengkuh saat ini bukan hadiah yang jatuh dari langit, semua didapat lewat perjuangan berat yang dibayar kucuran keringat bercampur air mata.
Salah satu perjuangan hidup yang masih terpatri dalam ingatannya adalah ketika dirinya berdiri dengan gagah berani menantang ketidakmungkinan saat menjadi mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Saat menjadi mahasiswa, Ciputra hanyalah seorang pemuda dari Gorontalo yang sedang berjuang mengubah nasib keluarga dengan kondisi ekonomi yang payah.
Baca Juga: Kisah Perantauan, Persahabatan, dan Awal Mula Mimpi Besar Ir. Ciputra di ITB
Dia sadar betul, untuk bertahan hidup di Kota Bandung butuh biaya yang tak kecil, di sisi lain ia juga tak mau menaruh semua beban hidup itu di pundak sang ibu yang kini tengah berjuang sendiri setelah kepergian sang ayah yang wafat di dalam penjara Jepang. Ciputra dipaksa putar otak mencari tambahan untuk bisa hidup di Kota Kembang.
“Saya gelisah ketika menyadari bahwa untuk bisa survive di kota ini saya membutuhkan uang ekstra. Kerja praktik membutuhkan dana dan saya tak tega meminta pada Mama yang sudah membayar biaya lainnya,” kata Ciputra dilansir Olenka.id Minggu (22/5/2025).
Modal nekat, Ciputra kemudian mencari penghasilan tambahan untuk bisa bertahan hidup hingga takdir membawanya bertemu dengan seorang pemasok batik yang baik hati, Ciputra kemudian diberi kepercayaan berjualan barang-barang dagangan tersebut di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa.
“Akhirnya saya berjualan batik, karena ada seorang pemasok yang berbaik hati membolehkan saya menjual barang barang dagangannya,” tuturnya.
“Saya tak boleh mengeluh karena keputusan untuk kuliah di sini adalah atas kemauan saya sendiri,” tambahnya.
Kendati hidup di Kota Bandung penuh rintangan berat, namun bagi Ciputra kedatangannya ke kota itu adalah berkat dari Tuhan, di tempat ini ia dihadapkan pada tantangan-tantangan baru yang menempah mental dan membentuk karakternya.
Baginya Bandung dan ITB adalah arena untuk membuktikan diri, tantangan yang merintangi harus ditaklukan, mentalnya yang sudah ditempa dengan sangat keras sejak kecil membuat Ciputra tak mudah menyerah, putus asa bukan karekternya.
“ITB menyodorkan tantangan baru yang tak kalah berat. Bagaimana saya bisa melaju di koridor ini? Bagaimana saya bisa memanfaatkan kesempatan emas ini? Saya, Tjie Tjin Hoan atau Nyong, pemuda yang pantang putus asa. Pemuda yang sudah membuktikan diri mampu menerobos keluar dari kondisi sulit di masa kecil dan remaja. Maka saya harus mampu mempertahankan denyut perjuangan,” ujarnya.
“Tidak boleh mati kehendak saya untuk menjadi sukses.Itu mimpi yang saya bentangkan sejak berada di kebun di Papaya bersama anjing-anjing saya. Saya harus sukses dan berprestasi. Sebab Tuhan sudah membuktikan dukungannya melalui banyak keajaiban. Salah satunya, saya bisa berada di Bandung dan menjadi mahasiswa ITB. Setelah ini, saya harus jadi Tjie Tjin Hoan yang berlari kencang sebagai arsitek,” tambahnya.
Mendongkrak Kepercayaan Diri
Kendati hidupnya terus dihimpit berbagai berbagai ujian berat, namun Ciputra juga sesekali dihampiri nasib mujur yang setidaknya bisa mengurangi beban hidupnya. Sekali waktu Ciputra mendapat tawaran menggiurkan ketika rumah warisan ayahnya di Gorontalo ditawar untuk dibeli orang.
Setelah berdiskusi panjang lebar dengan keluarga, Ciputra akhirnya mau melepas rumah tersebut.
Baca Juga: Tentang Kepedihan Masa Kecil Ciputra dan Harapan Merengkuh Mimpi Menjadi Insinyur
“Cao Hie, berniat membeli rumah warisan milik Papa di Gorontalo. Saya sangat setuju. Saya kembali ke Gorontalo selama beberapa hari untuk mengurus itu. Mereka membayar harga rumah cukup baik walau tidak besar,” ujarnya.