Musim giling tebu 2025 memberikan catatan khusus bagi seluruh pemangku kepentingan industri pergulaan nasional. Sekretaris Jenderal DPP APTRI, Sunardi Edy Sukamto, melaporkan bahwa proses giling tebu yang dimulai sejak Mei 2025 secara nasional hingga kini masih berlangsung dengan hasil produksi berupa gula kristal putih (GKP) dan tetes milik petani yang masih menumpuk.

Meskipun produksi meningkat dan sudah mendekati target swasembada gula konsumsi, penyerapan pasar masih lemah. Kondisi ini dipicu oleh adanya rembesan gula rafinasi yang langsung di jual ke pasar konsumsi sehingga gula hasil giling petani sulit terserap.

Baca Juga: Kenali 6 Buah dengan Kandungan Gula Paling Tinggi

"Hampir setiap lelang gula petani sepi penawaran, mengakibatkan ketidakpastian harga dan pendapatan," tegas Edy Sukamto dala keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Atas masalah tersebut, dia mengapreasiasi sejumlah langkah strategis yang telah dilakukan dengan dukungan pemerintah dan swasta, meliputi penyerapan hasil panen dari PT SGN dan PT PIR (GULAVIT), serta anggaran sebesar Rp1,5 triliun dari Danantara. Dia merincikan, dengan alokasi Rp900 miliar untuk gula petani di bawah PT SGN (62.141 ton), sampai dengan saat ini sudah terealisasi 21.500 ton.

Lebih lanjut, Edy meminta pemerintah untuk serius mengawal hilirisasi gula dan tetes sebagai bagian vital program percepatan swasembada gula nasional. Sekjen DPP APTRI ini juga menyoroti lambannya realisasi serapan oleh ID Food yang membuat pedagang enggan menyerap sisa produksi petani.

“Kesepakatan di Bapanas Jakarta jelas, serapan 83.000 ton tahap pertama oleh ID Food dan pedagang harus tuntas. Setelah itu, sisa produksi berikutnya sepenuhnya diambil pedagang. Jika ID Food tidak segera menuntaskan kuota Rp900 miliar untuk petani tebu di bawah PT SGN dalam pekan ini, swasembada hanya akan menjadi mimpi,” tegas Edy Sukamto.

Selain gula, penderitaan petani juga semakin berat akibat anjloknya harga tetes. Dampak dari pembebasan bea masuk impor molases membuat harga tetes jatuh dari Rp2.700–3.000/kg pada 2024, kini hanya Rp900–1.200/kg. Kondisi ini menekan pendapatan petani secara signifikan.

APTRI sangat mengharapkan industri pergulaan nasional menjadi lebih baik. “Harapannya, persoalan-persoalan seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari, dan petani memiliki kepastian dan semakin bergairah menanam tebu di musim berikutnya,” terang Edy Sukamto.

“Sekali lagi, kami (APTRI) mengucapkan apresiasi dan terima kasih pada pihak yang telah melakukan penyerapan gula petani,  khususnya pada pemerintah melalui Danantara, PT SGN, Gulavit, dan pedagang yang berada di Jawa Timur sehingga kontribusi ini bisa terus membantu keberlangsungan bersama,” pungkasnya.