3. Visi dan Kekakuan Sepihak

Beberapa perusahaan merancang program kesehatan secara top-down, dengan pimpinan menebak-nebak apa yang dibutuhkan karyawan daripada melibatkan mereka secara langsung. Pendekatan sepihak ini sering kali menghasilkan program yang tidak tepat sasaran.

Kesehatan dan kesejahteraan karyawan mencakup berbagai dimensi—fisik, mental, finansial, dan sosial—dan memahami tantangan unik karyawan sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang.

Perusahaan harus mengumpulkan masukan melalui komite kesehatan, survei, atau kelompok fokus untuk memastikan inisiatif yang mereka usulkan memenuhi kebutuhan karyawan yang sebenarnya. Upaya kolaboratif menciptakan dukungan yang lebih kuat dan rasa kemitraan, membuat karyawan merasa memiliki suara dalam membentuk program.

Pendekatan holistik terhadap kesejahteraan adalah yang paling efektif. Sebuah studi Gallup mengidentifikasi lima dimensi utama yang harus dipertimbangkan perusahaan: karier, sosial, keuangan, fisik, dan kesejahteraan karyawan.

4. Data dan Pengukuran yang Tidak Lengkap

Meskipun penerapan sistem pengumpulan dan analisis data dapat menghabiskan banyak sumber daya di awal, sistem tersebut menghasilkan manfaat jangka panjang dari berbagai spektrum dengan memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti.

Metrik seperti izin sakit, retensi karyawan, insiden di tempat kerja, biaya perawatan kesehatan, dan produktivitas adalah indikator universal. Poin data tambahan seperti langkah kolektif yang diambil, kualitas tidur, atau partisipasi latihan juga dapat menawarkan informasi yang berharga dan menyenangkan yang lebih relevan bagi orang-orang.

Dengan mengukur faktor-faktor ini, perusahaan dapat menyempurnakan program mereka dan menunjukkan dampaknya sekaligus membenarkan investasi mereka.

5. Ketidaksabaran

Menetapkan kesehatan sebagai elemen inti budaya perusahaan memerlukan kesabaran, konsistensi, dan komitmen jangka panjang. Para pemimpin sering kali menganggap inisiatif kesehatan sebagai proyek jangka pendek atau sprint, dengan harapan hasil yang langsung.

Pola pikir ini menyebabkan frustrasi, keraguan tentang efektivitas program, dan penghentian upaya sebelum waktunya.

Membangun budaya kesehatan yang berkelanjutan menuntut visi jangka panjang, evaluasi berkelanjutan, dan kemampuan beradaptasi terhadap kebutuhan karyawan yang terus berkembang. Meskipun kemenangan jangka pendek itu berharga, mempertahankan perspektif jangka panjang memastikan keberlanjutan dan keberhasilan yang langgeng.

Baca Juga: Kisah Kesejahteraan Karyawan di ASICS Indonesia