Seiring dengan upaya perusahaan untuk membangun tenaga kerja yang lebih kuat di tahun 2025, berbagai prioritas muncul: AI, peluang pembelajaran dan pengembangan berkelanjutan, manfaat kehidupan kerja, dan banyak lagi.

Namun, satu area yang harus tertanam kuat dalam rencana membangun budaya perusahaan adalah memprioritaskan ksehatan dan kesejateraan mental karyawan.

Saat ini, hal itu menjadi keharusan strategis, dengan lebih dari separuh karyawan menganggapnya sebagai prioritas utama, menurut laporan Wellhub yang menganalisis lebih dari 5.000 karyawan di sembilan negara.

Sayangnya, banyak perusahaan masih mengandalkan strategi yang sudah ketinggalan zaman yang tidak lagi sesuai dengan tempat kerja yang dinamis saat ini. Demografi dan harapan karyawan yang berkembang pesat memerlukan pendekatan baru.

Dikutip dari Forbes, Senin (3/2/2025), berikut adalah lima kesalahan yang harus dihilangkan oleh perusahaan untuk membangun tenaga kerja yang lebih kuat pada tahun 2025.

1. Kepemimpinan yang Tidak Selaras

Perusahaan dengan kinerja terbaik berakar pada kepemimpinan yang kuat, dimulai dari atas. Ketika CEO memimpin, maka perusahaan pun mengikutinya. Hal ini sangat penting dalam inisiatif kesehatan.

Para pemimpin harus mewujudkan nilai-nilai yang mereka advokasi, karena tindakan lebih bermakna daripada kata-kata. Tanpa keselarasan ini, upaya kesehatan dan kesejahteraan mental karyawan tampak sebagai tambahan yang dangkal daripada aspek integral dari budaya perusahaan.

Agar berhasil, para pemimpin harus secara aktif mendukung dan mempraktikkan perilaku sehat—secara publik dan konsisten. Pemimpin yang sehat tidak hanya menjadi CEO yang lebih baik, tetapi juga menginspirasi perusahaan yang lebih sehat dan lebih tangguh.

2. Mengabaikan Teknologi Kesehatan

Teknologi sering kali mendominasi diskusi seputar inovasi bisnis, tetapi teknologi kesehatan juga telah mengalami kemajuan yang signifikan. Dari perangkat yang dapat dikenakan hingga wawasan yang digerakkan oleh AI, perangkat kesehatan menawarkan wawasan yang lebih mendalam kepada perusahaan tentang kesejahteraan karyawan mereka dan memungkinkan solusi yang lebih tepat dan personal.

Meskipun memiliki manfaat ini, banyak perusahaan yang kurang memanfaatkan atau mengabaikan perangkat ini, sehingga kehilangan peluang untuk keterlibatan yang lebih tinggi dan efektivitas program.

Pendekatan yang cermat terhadap teknologi kesehatan melibatkan pemilihan perangkat yang selaras dengan kebutuhan spesifik karyawan dan mengintegrasikannya ke dalam strategi kesehatan yang lebih luas. Metode ini meningkatkan personalisasi dan memastikan program tersebut beresonansi dengan anggota tim pada tingkat yang lebih dalam.

Baca Juga: 5 Langkah yang Dapat Diterapkan Perusahaan untuk Mengelola Kesehatan Mental Karyawan

3. Visi dan Kekakuan Sepihak

Beberapa perusahaan merancang program kesehatan secara top-down, dengan pimpinan menebak-nebak apa yang dibutuhkan karyawan daripada melibatkan mereka secara langsung. Pendekatan sepihak ini sering kali menghasilkan program yang tidak tepat sasaran.

Kesehatan dan kesejahteraan karyawan mencakup berbagai dimensi—fisik, mental, finansial, dan sosial—dan memahami tantangan unik karyawan sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang.

Perusahaan harus mengumpulkan masukan melalui komite kesehatan, survei, atau kelompok fokus untuk memastikan inisiatif yang mereka usulkan memenuhi kebutuhan karyawan yang sebenarnya. Upaya kolaboratif menciptakan dukungan yang lebih kuat dan rasa kemitraan, membuat karyawan merasa memiliki suara dalam membentuk program.

Pendekatan holistik terhadap kesejahteraan adalah yang paling efektif. Sebuah studi Gallup mengidentifikasi lima dimensi utama yang harus dipertimbangkan perusahaan: karier, sosial, keuangan, fisik, dan kesejahteraan karyawan.

4. Data dan Pengukuran yang Tidak Lengkap

Meskipun penerapan sistem pengumpulan dan analisis data dapat menghabiskan banyak sumber daya di awal, sistem tersebut menghasilkan manfaat jangka panjang dari berbagai spektrum dengan memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti.

Metrik seperti izin sakit, retensi karyawan, insiden di tempat kerja, biaya perawatan kesehatan, dan produktivitas adalah indikator universal. Poin data tambahan seperti langkah kolektif yang diambil, kualitas tidur, atau partisipasi latihan juga dapat menawarkan informasi yang berharga dan menyenangkan yang lebih relevan bagi orang-orang.

Dengan mengukur faktor-faktor ini, perusahaan dapat menyempurnakan program mereka dan menunjukkan dampaknya sekaligus membenarkan investasi mereka.

5. Ketidaksabaran

Menetapkan kesehatan sebagai elemen inti budaya perusahaan memerlukan kesabaran, konsistensi, dan komitmen jangka panjang. Para pemimpin sering kali menganggap inisiatif kesehatan sebagai proyek jangka pendek atau sprint, dengan harapan hasil yang langsung.

Pola pikir ini menyebabkan frustrasi, keraguan tentang efektivitas program, dan penghentian upaya sebelum waktunya.

Membangun budaya kesehatan yang berkelanjutan menuntut visi jangka panjang, evaluasi berkelanjutan, dan kemampuan beradaptasi terhadap kebutuhan karyawan yang terus berkembang. Meskipun kemenangan jangka pendek itu berharga, mempertahankan perspektif jangka panjang memastikan keberlanjutan dan keberhasilan yang langgeng.

Baca Juga: Kisah Kesejahteraan Karyawan di ASICS Indonesia