Pemerintah Indonesia resmi membentuk Badan Industri Mineral (BIM), pada Senin (25/08/2025) kemarin. BIM merupakan sebuah lembaga baru yang diharapkan menjadi garda depan dalam mengelola kekayaan mineral strategis nasional.
Kehadiran BIM ditegaskan melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 77 Tahun 2025, sekaligus menetapkan Brian Yuliarto sebagai kepala perdananya. Langkah ini menandai keseriusan negara untuk tidak lagi sekadar menjadi pemasok bahan mentah, melainkan naik kelas menjadi pemain utama dalam industri bernilai tambah, khususnya di sektor logam tanah jarang (rare earth elements/REE) dan mineral radioaktif.
Berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden langsung, banyak pihak yang bertanya mengenai urgensi pembentukan Badan Industri Mineral tersebut. Mengulas dari beberapa sumber, berikut rangkumannya:
Mengapa BIM Diperlukan?
Pembentukan BIM bukanlah kebijakan yang lahir tiba-tiba. Selama bertahun-tahun, Indonesia diketahui memiliki cadangan logam tanah jarang yang sangat besar, diperkirakan mencapai 12,5 juta ton REO. Namun, belum dikelola secara maksimal.
Baca Juga: Rumah Politik Indonesia Desak Pemerintah Bubarkan Asosiasi Tekstil
Material ini tersebar di Bangka Belitung, Kalimantan, hingga Sulawesi, dan sebagian besar hanya muncul sebagai produk samping dari penambangan timah dan nikel.
Padahal, logam tanah jarang merupakan material yang sangat vital di era modern. Ia menjadi bahan baku utama bagi industri baterai, perangkat elektronik, turbin angin, mobil listrik, hingga sistem pertahanan.
Tanpa pengelolaan serius, Indonesia hanya akan menjadi penonton dalam rantai pasok global yang kian strategis.
Baca Juga: Apa Penyebab Kenaikan PBB, Imbas Efisiensi Anggaran Pemerintah Pusat?
Oleh karena itu, Menteri Sekretaris Negara menegaskan, BIM hadir untuk mengoptimalkan sumber daya mineral nasional serta memastikan pemanfaatannya berlangsung adil, berkelanjutan, dan memberi nilai tambah bagi perekonomian dalam negeri.
Mandat dan Peran BIM
Badan ini akan mengemban tiga peran utama. Pertama, BIM berperan melakukan koordinasi dan pengawasan pengelolaan mineral strategis, khususnya logam tanah jarang dan mineral radioaktif.
Baca Juga: Benar Gak Sih Semua Air Mineral Baik untuk Tubuh? Begini Penjelasan Dokter
Kemudian, menjamin rantai pasok nasional untuk kebutuhan industri hilir yang terus berkembang, mulai dari energi hijau hingga teknologi pertahanan.
Selain itu, BIM juga mendorong hilirisasi, agar pengolahan mineral tidak lagi berhenti pada tahap ekspor mentah, tetapi berlanjut ke pengembangan industri turunan dalam negeri.
Dengan peran tersebut, BIM diharapkan mampu menjadi penghubung antara riset, kebijakan, dan industri, sehingga mineral strategis benar-benar menjadi modal besar untuk masa depan Indonesia.
Sosok Brian Yuliarto
Nama Brian Yuliarto, sosok yang ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai Kepala BIM, cukup dikenal di kalangan akademisi dan birokrasi. Ia memiliki latar belakang kuat di bidang material dan energi, serta rekam jejak dalam pengembangan riset berbasis teknologi.
Baca Juga: Konglomerat Indonesia Pemilik Bisnis Air Mineral
Penunjukannya dinilai tepat, mengingat BIM akan sangat bergantung pada riset, inovasi, dan industrialisasi untuk bisa berjalan efektif. Dalam pernyataannya, Brian menekankan bahwa BIM akan bekerja lintas kementerian dan lembaga.
“Tugas kami adalah memastikan logam tanah jarang tidak hanya tercatat sebagai potensi, tetapi benar-benar menjadi modal industri dan pertahanan bangsa,” katanya.
Pro dan Kontra
Di satu sisi, kehadiran BIM disambut sebagai terobosan penting. Banyak kalangan menilai lembaga ini akan menjadi katalis untuk mempercepat eksplorasi dan pengelolaan mineral strategis, serta memperjelas arah kebijakan pemerintah dalam menghadapi persaingan global.
Baca Juga: Konsistensi MIND ID Realisasikan Proyek Hilirisasi dan Industrialisasi Mineral
Namun, tak sedikit juga yang mengingatkan potensi tumpang tindih kewenangan. Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) menilai tugas BIM bisa berbenturan dengan peran holding BUMN tambang, MIND ID, bila tidak diatur jelas.
Kekhawatiran tersebut berangkat dari pengalaman birokrasi yang kerap menambah lapisan regulasi tanpa menyelesaikan masalah mendasar.
Kendati demikian, jika dikelola dengan serius, BIM bisa menjadi pilar penting transformasi ekonomi Indonesia, membawa negara ini masuk ke dalam peta kekuatan global berbasis mineral strategis.
Meski masih menunggu aturan teknis mengenai struktur organisasi dan mekanisme kerja, pemerintah berharap BIM dapat menghadirkan dua dampak besar.
Pertama, kedaulatan strategis, di mana Indonesia memiliki kendali penuh atas mineral penting yang dibutuhkan industri masa depan. Kedua, peningkatan nilai tambah ekonomi, melalui hilirisasi, penciptaan lapangan kerja, dan percepatan lahirnya industri berbasis logam tanah jarang di dalam negeri.
Jika berjalan sesuai rencana, BIM bisa menjadi simbol transformasi Indonesia, dari negara yang sekadar mengirim bahan mentah ke pasar dunia, menjadi negara yang berdiri di garis depan industri global berbasis mineral strategis.