Tekad Bulat Ciputra Jadi Pengembang

Setelah menyelesaikan pendidikan dan menjadi arsitek lulusan ITB Bandung pada 1960, Ciputra pun menyampaikan hasratnya yang tak terbendung  ‘hijrah’ menjadi pengembang di ibu kota kepada dua sahabatnya, Sofyan dan Brasali. 

"Saya tidak merasa cukup hanya menjalani apa yang saya kerjakan saat ini. Saya harus membuat lompatan besar. Mengerjakan rumah-rumah di Bandung tidak akan membuat saya berkembang. Kita harus membangun sesuatu yang lebih luas. Kita harus mengubah sesuatu dari nol menjadi berdampak. Kita tak hanya menjadi kontraktor atau arsitek. Tapi menjadi pengembang. Pengembang. Saya memandang dua sahabat saya,” cerita Ciputra.

Namun, maksud Ciputra justru diartikan berbeda oleh sahabat-sahabatnya. Mereka menganggap, sebagai lulusan arsitektur yang ingin terjun ke dunia nyata setelah lulus, memang seharusnya memulai dari membangun rumah kecil terlebih dulu, lalu berkembang hingga bisa membangun gedung-gedung besar.

Baca Juga: Ciputra dan Dua Sahabat Serta Mimpi Menjadi Arsitek yang Penuh Rintangan

“Bukan itu yang saya maksud, Brasali,” kata Ciputra.  "Selama ini kita bekerja bagai pengemis. Mendatangi pihak-pihak yang kita anggap memmerlukan bantuan kita dan meminta proyek. Itu tidak salah, tapi kita bisa lebih besar dari itu. Kita membangun sebuah tempat berdasarkan idealisme kita, lalu kita menjual tempat itu. Orang-orang berdatangan pada kita untuk membeli karya yang kita buat. Bukan kita yang mengemis pada mereka. Dengan cara itu perusahaan kita bisa semakin besar dan karya kita juga bisa semakin besar.” 

Ciputra menceritakan apa yang selama ini ada dalam benaknya: keinginannya untuk hijrah ke Jakarta dan menjadi seorang pengembang. Pada awalnya, Sofyan dan Brasali sebenarnya tidak sepenuhnya setuju dengan rencananya. Namun, mereka tetap memberikan dukungan. Kepada kedua sahabatnya itu, Ciputra berjanji bahwa kebersamaan mereka bertiga tak akan menjadi sekadar sejarah. Mereka adalah tiga prajurit yang menyatukan diri, berjuang dari nol, dan sampai kapan pun akan tetap bersama.

“Saya akan mengingat mereka jika saya berhasil mendapat proyek di Jakarta. Tidak akan saya khianati kebersamaan kami dalam meniti langkah meraih nasib baik sejak sama-sama jadi pelajar miskin,” imbuhnya.