Ada banyak kisah menarik dalam perjalanan hidup Ciputra, sang maestro properti Indonesia. Setelah berhasil mewujudkan mimpinya menjadi arsitek dan membuka firma konsultan arsitektur bernama CV Daya Tjipta bersama dua sahabatnya, muncul lagi satu impian besar dalam benaknya.
Impian itu akhirnya mendorong Ciputra untuk “hijrah” ke Jakarta, yang saat itu masih menjadi ibu kota. Bukan sekadar angan, mimpi menjadi pengembang properti atau developer itu benar-benar diwujudkan Pak Ci, sapaan akrabnya, hingga membuatnya dikenal sebagai maestro properti yang membawa Ciputra Group menjadi salah satu pengembang terbesar di Tanah Air.
Baca Juga: Bersama dalam Keterbatasan: Kisah Tahun Pertama Pernikahan Ciputra
Bisnis Jalan di Tempat
Kisah ini bermula ketika Ciputra merasa stuck terhadap firma konsultan arsitektur yang dijalaninya bersama Brasali dan Sofyan. Di mana, mereka hanya menunggu orderan datang. Ketika sudah menyelesaikan proyek, mereka harus dengan sabar menunggu proyek baru dalam kurun waktu yang cukup lama. Belum lagi, persaingan bisnis yang semakin ketat.
“Sudah mendekati tahun 1960. Rina sudah akan berusia lima tahun. Saya masih hidup mengontrak. Perjalanan CV Daya Tjipta terasa lambat. Persaingan ketat memang terjadi. Bayangkan semua lulusan teknik sipil dan arsitektur ITB dan yang masih kuliah sanggup menangani proyek pembangunan rumah. Mereka semua juga haus proyek. Moda bisnisnya juga begitu-begitu saja. Menerima order, tawar-menawar, dan pembangunan pun berjalan sesuai biaya yang disepakati. Persaingan sering terjadi karena biaya,” ujar Ciputra seperti dikutip Olenka, Jumat (27/6/2025).
“Orang yang menyodorkan biaya lebih murahlah yang akan menggondol proyek itu. Jika mendapatkan proyek pun tak luput dari masalah pelik, yakni perdebatan sengit dengan pemilik rumah atau bangunan. Ada saja keluhan atau keinginan yang berubah-ubah. Itu harus kami hadapi jika ingin survive. Kalau tak ada order, perekonomian kami akan payah. Benar-benar kondisi yang tidak seperti saya harapkan,” sambungnya.