Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri menilai target pertumbuhan ekonomi hingga 5,4 persen yang dipatok pemerintah bakal menemui banyak hambatan, target yang ditetapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2026 itu dinilai sukar digapai karena berbagai alasan.
Menurutnya salah satu tantangan yang merintangi target tersebut adalah tingginya ketidakpastian global, di berbagai bidang mulai dari kebijakan politik, ekonomi, moneter dan keuangan.
Baca Juga: Sandiaga Uno: UMKM Penyelamat Pertumbuhan Ekonomi
"Ketidakpastian ini datang dari berbagai arah, baik dari sisi kebijakan global maupun dari negara-negara yang menentukan arah perekonomian dunia atau pun dari kondisi dunia yang memang sudah inheren berjalan selama 5 tahun ke belakang," kata Yose kepada wartawan Selasa (19/8/2025).
Yose berujar, sejumlah lembaga dunia juga telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia akan melemah pada tahun depan. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan mencapai 3,7 persen, sementara perkonomian Indonesia akan mencapai 4,8 persen pada 2026.
"Ini (ketidakpastian global) tentunya akan berpengaruh sekali kepada RAPBN kita, karena salah satu asumsi di dalam RAPBN tersebut adalah pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen, yang tentunya agak jauh dari proyeksi yang sudah disampaikan oleh berbagai lembaga dunia ini, termasuk IMF, World Bank, dan lain-lain," katanya.
Tantangan kedua, Yose menyoroti penurunan harga dan permintaan komoditas ekspor Indonesia. Dia mengungkapkan, harga dan peminat dari empat komoditas unggulan Indonesia yakni, minyak goreng dan berbagai turunannya, batu bara, nikel dan natural gas diprediksi akan berlanjut mengalami perlemahan yang cukup dalam.
"Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan harga komoditas cenderung positif. Kalau harga komoditas naik, pertumbuhan ekonomi kita juga naik. Tetapi juga kebalikannya, kalau harga komoditas turun, pertumbuhan ekonomi kita juga akan turun. Jadi ini sulit mencapai target 5,4 persen," jelasnya.
Tantangan berikutnya, suku bunga diperkirakan masih akan tinggi. The Fed memprediksi, penurunan suku bunga di tingkat dunia baru terjadi pada pertengahan atau kuartal I 2026. Akibatnya, suku bunga di Indonesia juga tidak bisa ditekan lebih rendah karena akan menimbulkan gejolak moneter di Indonesia.
Baca Juga: Pak Prabowo... Coba Audit Kinerja Menteri, Khawatir Ditipu Laporan Menyenangkan
"Apa implikasinya kepada APBN Indonesia? Di sini kita bisa lihat bahwa biaya utang Indonesia juga masih akan tinggi dan akan semakin meningkatkan beban fiskal di tahun 2026 tersebut," pungkasnya.