Firma konsultan manajemen Kearney melalui studi berjudul Solving Southeast Asia’s Looming Fertility Crisis: IVF as a Path Toward Hope menyoroti potensi transformatif in vitro fertilization (IVF) atau teknologi bayi tabung dalam mengatasi tantangan fertilitas di Indonesia dan Asia Tenggara.

Meski bukan satu-satunya solusi, IVF menjadi solusi pendukung yang dapat membantu meringankan berbagai tantangan yang berkaitan dengan perubahan demografi nasional dan disparitas regional.

Dari tahun 1970 hingga 2020, tingkat fertilitas di Asia Tenggara turun drastis dari 5,6 anak per perempuan menjadi 2,2 pada tahun 2020. Angka ini melampaui penurunan di tingkat global dari 4,8 menjadi 2,4 anak pada periode yang sama.

Tren ini mencerminkan perubahan sosial yang lebih luas, termasuk urbanisasi, pergeseran norma keluarga, berkembangnya gaya hidup, serta meningkatnya kondisi kesehatan yang mempengaruhi fertilitas.

Faktor utama seperti pendapatan, pendidikan, dan partisipasi angkatan kerja—terutama di kalangan perempuan—sangat memengaruhi keputusan terkait fertilitas di Indonesia dan Filipina, yang secara kolektif menyumbang 65% populasi Asia Tenggara.

Sanath Balasubramanyam, Partner and Healthcare Expert di Kearney, menjelaskan, tingkat fertilitas antara daerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia mencerminkan perbedaan yang tajam dalam hal akses pendapatan dan pendidikan.

Di kota-kota besar, kata dia, terlihat adanya penurunan fertilitas yang sebanding dengan negara maju. Kesenjangan ini menegaskan bahwa perlu adanya strategi khusus untuk mengatasi tantangan unik ini di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, di mana kesenjangan fertilitas antara daerah perkotaan dan pedesaan sangat besar.

Dari perspektif global, penurunan Tingkat fertilitas membawa implikasi mendalam bagi masyarakat di seluruh dunia, seperti populasi yang menua, tekanan pada sistem kesehatan, serta ancaman terhadap stabilitas ekonomi dan sosial,” ujar Sanath.

“Meskipun IVF dapat menjadi harapan, penting untuk diingat bahwa tantangan fertilitas dipengaruhi oleh berbagai faktor. Oleh karena itu, IVF harus dianggap sebagai bagian dari strategi yang lebih luas, yang mencakup pendidikan, perawatan kesehatan preventif, dan dukungan masyarakat. Aksesibilitas dan keterjangkauan IVF masih menjadi hambatan utama di banyak negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, di mana pasar IVF saat ini masih dalam tahap awal.”

Studi ini mengungkap bahwa penetrasi IVF sangat bervariasi di Asia Tenggara. Singapura memiliki pasar yang lebih matang, sedangkan Indonesia dan Filipina masih berada dalam tahap pengembangan. Studi ini merekomendasikan langkah-langkah untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan tingkat keberhasilan IVF di Indonesia, termasuk memanfaatkan investasi regional serta kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk mengatasi tantangan regulasi, budaya, dan logistik.

Baca Juga: Mengenal Prosedur Inseminasi, Teknologi Reproduksi untuk Tingkatkan Peluang Kehamilan