Saraf terjepit bisa dialami siapa saja, tak peduli aktif atau tidaknya seseorang. Baik ibu rumah tangga, pekerja kantoran, maupun atlet, semuanya berpotensi mengalaminya. Ini karena kondisi tersebut tidak mengenal usia atau profesi, meski memang ada kelompok dengan risiko lebih tinggi.

Menurut dr. Irca Ahyar, Sp.N, DFIDN, dari DRI Clinic, saraf terjepit terjadi saat saraf terhimpit oleh struktur tulang belakang yang berubah. Perubahan ini bisa disebabkan oleh dua hal utama, yaitu trauma mendadak atau proses jangka panjang. Misalnya, jatuh terduduk, kecelakaan, atau olahraga berat dapat menyebabkan pergeseran tulang. Sebaliknya, cedera lama di masa kecil yang tidak tertangani bisa memicu gejala saat dewasa, terutama saat melakukan aktivitas berat.

Jika kamu sedang berjuang dengan kondisi saraf terjepit, ini 5 fakta penting yang perlu kamu ketahui. Simak baik-baik, ya! 

Tak terjadi dalam semalam

Menurut dr. Irca, secara umum ada dua penyebab saraf terjepit. Pertama, trauma atau benturan. Misalnya, akibat terpeleset dan jatuh dalam posisi terduduk, kecelakaan motor yang menyebabkan Anda jatuh telentang dengan benturan pada tulang belakang, atau benturan akibat aktivitas olahraga high impact, seperti sepak bola dan basket. 

“Perubahan struktur tulangnya memang benar-benar baru terjadi. Contohnya, kita mengangkat beban berat tapi sebetulnya otot tidak siap atau kita salah posisi,” katanya menjelaskan. 

Kedua, proses yang lama. Sewaktu masih anak-anak, tak sedikit dari kita yang jatuh dari pohon atau tangga. Orang tua biasanya hanya menganggap itu jatuh biasa, bukan kejadian yang serius. Sehingga, ketika muncul rasa sakit, orang tua akan menilai bahwa sakitnya karena jatuh, lalu mengesampingkan gejala lain. 

“Ketika dewasa dan melakukan olahraga angkat beban, otot pinggang kita bisa tiba-tiba terasa tertarik sampai ke bokong. Saat pemeriksaan X-ray, akan diketahui bahwa kondisi tersebut tidak terjadi dalam satu malam. Artinya, sebetulnya pergeseran tulang sudah terjadi beberapa tahun silam akibat jatuh sewaktu kecil, tapi gejalanya baru terpicu ketika kita mengangkat beban berat, seperti saat nge-gym atau angkat galon,” kata dr. Irca. 

Trauma baru maupun proses yang lama bisa tergambar jelas lewat pemeriksaan. Semakin kompleks gambaran struktur tulangnya, semakin jauh pula penelusuran ke belakangnya. Semakin simpel gambarnya, berarti kejadiannya terbilang baru. 

Baca Juga: Cukup 10 Menit! Ahli Saraf Ungkap Cara Termudah untuk Menjaga Otak Tetap Tajam

Lalu, benarkah duduk lama di depan komputer bisa menyebabkan saraf terjepit? Dokter Irca menjelaskan, aktivitas tersebut tergolong sebagai kebiasaan. Kebiasaan seperti itu, atau kebiasaan main ponsel sambil tiduran dengan posisi tengkurap miring, atau posisi duduk lama dengan postur tubuh membungkuk, sebenarnya memiliki risiko kecil terhadap terjadinya saraf terjepit. Postur salah yang hanya dilakukan sesekali akan menyebabkan perubahan otot, bukan saraf terjepit.  

“Tapi, jika dilakukan terus-menerus secara konsisten selama katakanlah satu tahun, postur tubuh yang salah itu juga bisa mengubah struktur tulang belakang. Apalagi, jika sebelumnya ada riwayat benturan. Tulang bisa bergeser, celah di antara tulang bisa menyempit,” kata dr. Irca. 

Lebih lanjut, ia menguraikan, ada faktor lain yang perlu diperhatikan, yaitu struktur tulang belakang yang memang secara genetik tidak bagus, yaitu skoliosis. Ini juga menurutnya menjadi faktor yang sering kali terabaikan, karena orang tidak mencari tahu riwayat keluarga dengan skoliosis, jika tidak merasakan gejala berarti.

Berawal pegal di area lokal

Spektrum gejala saraf terjepit cukup luas, mulai dari pegal, nyeri, kesemutan, hingga sensasi tersetrum dan mati rasa. Hanya saja, gejala tersebut dirasakan di bagian tubuh yang digerakkan oleh saraf pada tulang belakang. Misalnya, di pinggang saja, atau dari pinggang menyebar ke paha sampai ke ujung kaki. 

Bagaimana membedakan pegal akibat lelah dan pegal akibat saraf terjepit? 

“Pegal biasa umumnya akan hilang jika dipijat, atau ketika kita istirahat sebentar. Sedangkan pegal akibat saraf terjepit cenderung konsisten. Kalaupun hilang sesaat, dia akan muncul kembali di area yang sama. Begitu terus-menerus. Ketika pegalnya secara konsisten dirasakan di pinggang, misalnya, Anda sebaiknya menjalani pemeriksaan penunjang untuk memastikan,” kata dr. Irca. 

Ia menjelaskan, rasa pegal ini sering kali diabaikan, karena dianggap gejala ringan. Banyak pasien mengira pegal itu akan hilang sendiri. Inilah kenapa gejala pegal sering kali misleading. Karena dikira pegal biasa, seseorang jadi tidak datang ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. 

Benturan, baik yang terjadi di bagian bawah, samping, atau tengah, tidak selalu segera menimbulkan gejala. Kalaupun muncul gejala, belum tentu dirasa mengganggu. Hal ini tergantung pada usia. Jika usia masih produktif atau masih anak-anak, gejala tersebut cenderung terabaikan. Jika benturan terjadi pada usia 45 tahun ke atas, maka jatuh selembut apa pun akan menimbulkan gejala yang cukup signifikan. Kenapa? 

“Ketika bertambah usia, struktur otot kita melemah. Akibatnya, pergeseran tulang sekecil apa pun akan menimbulkan gejala yang signifikan. Nyeri dan kesemutan akan sangat terasa. Skala nyerinya tergantung pada pasien. Kalau seorang pasien tidak mudah bilang nyeri, namun sampai mengeluh nyeri ketika jatuh, berarti kemungkinan besar ia merasa kesakitan sekali,” kata dr. Irca.