Akademisi sekaligus praktisi bisnis, Rhenald Kasali, membahas soal fenomena happy poor yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Ia menjelaskan, fenomena ini menggambarkan kondisi masyarakat yang tetap menunjukkan sikap optimisme dan bahagia di tengah hidup penuh keterbatasan.
Penjelasan tersebut didasarkan pada hasil survei Ipsos yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan tingkat optimisme tertinggi di dunia, di mana 90 persen penduduk merasa penuh harapan terhadap masa depan.
Padahal kenyataannya tak selalu semulus itu. Mulai dari kenaikan pajak, gelombang PHK, hingga kebijakan royalti yang berimbas pada usaha kecil. Bahkan, kicauan burung di kafe pun sempat menjadi sorotan lantaran bisa dikenakan biaya royalti apabila menggunakan rekaman yang terekam secara profesional.
“Bayangkan, di tengah-tengah seperti itu, masyarakat Indonesia itu adalah masyarakat yang tertinggi di dunia optimismenya,” ujar Rhenald Kasali seperti dikutip Olenka, Minggu (26/10/2025).
“Menurut Ipsos, lembaga dari Perancis (tingkap optimisme) itu 90 persen. Sementara Jerman, Jepang, Perancis, dan sebagainya itu di bawah 50 persen. Kita, 90 persen,” tambahnya.
Rhenald menyebut kondisi tersebut sebagai fenomena happy poor. Ia menjelaskan, negara-negara dengan tingkat kebahagiaan tinggi umumnya adalah negara sejahtera, seperti negara-negara Skandinavia, beberapa negara Eropa, hingga Singapura.
Baca Juga: Pesan Rhenald Kasali: Jangan Merusak Nama Baik Anda
Di sana, masyarakat merasa aman karena mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Mulai dari kemudahan berobat saat sakit, akses pendidikan yang gratis, hingga jaminan sosial lainnya. Dengan kata lain, kebahagiaan mereka ditopang oleh sistem kesejahteraan yang kuat.
“Tapi di Indonesia, ini masyarakatnya pendapatannya masih rendah, tetapi happy katanya. Mungkin juga karena kita optimis,” imbuhnya.