Selama ini, kecerdasan intelektual atau IQ sering dijadikan tolak ukur kesuksesan seseorang khususnya dalam pendidikan dan karir. Selain IQ, kecerdasan lain yang juga sering jadi acuan, yaitu kecerdasan emosional atau EQ. Masing-masing kecerdasan ini memberikan suatu kemampuan yang unik demi kesuksesan diri kita.
Namun, menurut akademisi sekaligus praktisi bisnis, Rhenald Kasali, nyatanya ada satu kecerdasan lain yang juga penting dipahami masyarakat luas, yakni adalah conversational intelligence quotient alias CIQ.
Istilah CIQ ini, kata Rhenald Kasali, pertama kali dikenalkan oleh Judith Glaser, dari hasil riset yang telah dilakukannya selama kurang lebih 30 tahun terakhir. Conversational Intelligence bersumber dari riset dan terobosan terbaru dari ilmu neuroscience, yaitu bidang ilmu yang mempelajari sistem saraf atau sistem neuron manusia.
Judith E. Glaser mendefinisikan Kecerdasan Percakapan atau Bercakap ini sebagai "kemampuan yang tertanam dan dapat dipelajari untuk terhubung, menavigasi, dan tumbuh bersama orang lain." CIQ ini dimulai dengan membangun tingkat kepercayaan yang tercipta dan diakhiri dengan interaksi dan percakapan berkualitas tinggi.
“Selama ini kita hanya memahami kecerdasan itu adalah IQ. Dan, selain itu kemudian kita belajar ada EQ. Sayangnya kita hanya berhenti di situ. Dan, baru beberapa tahun yang lalu, Judith Glaser menemukan sesuatu dengan sangat berani dan dia mengatakan ada kecerdasan lain, yaitu conversational intelligence quotient (CIQ),” tutur Rhenald, saat ditemui Olenka, belum lama ini.
Founder Rumah Perubahan itu mengatakan, CIQ ini terdiri dari 2 kata, yakni conversation yang artinya percakapan, dan intelligence yang berarti kecerdasan. Jadi, kalau diterjemahkan secara praktis menjadi percakapan yang cerdas. Inti dari riset ini mengatakan bahwa kualitas dari percakapan kita akan menentukan kualitas hidup kita.
Baca Juga: Rhenald Kasali Bicara Pentingnya Mendorong Kecerdasan Komunikasi dan Sosial