Masalah perubahan iklim atau climate change membutuhkan penyelesaian nyata secepatnya. Pasalnya, dampak negatif dari pembiaran atas masalah tersebut akan merugikan masyarakat, tak hanya nasional, tapi juga internasional. Membawa semangat tersebut, World Resources Institute (WRI) Indonesia bersama L’Oreal Indonesia melaksanakan Media Coaching Workshop dengan tema "Optimalisasi Komitmen Reduksi Emisi Karbon di Indonesia: Tantangan dan Peluang", Senin, 26 Februari 2024.
Fikri Alhabsie selaku Corporate Responsibility Director, L’Oreal Indonesia, menjelaskan bahwa pihaknya punya komitmen yang tinggi dalam melakukan dekarbonisasi di Indonesia. Bahkan, isu keberlanjutan atau sustainability bukanlah hal baru di internal L’Oreal.
Baca Juga: 6 Rekomendasi Buku tentang Lingkungan Hidup, Dijamin Bikin Kamu Makin ‘Aware’ soal Krisis Iklim!
"Sekitar 40 tahun yang lalu, kami sudah membicarakan animal testing. Sekarang, kami punya komitmen yang baru: L’Oreal for the Future, untuk tahun 2030. Kami membaginya menjadi 3 pilar: Pertama, membenahi diri kami sendiri dulu seperti mengurangi konsumsi dan limbah; Kedua, environment, yakni memberdayakan ekosistem bisnis kami; dan pilar ketiga, berkontribusi membantu menyelesaikan isu sosial yang ada di Indonesia," terangnya di Jakarta.
Sementara itu, Energy and Sustainable Business Engagement Specialist, WRI Indonesia, Nailah Shabirah, menjelaskan betapa mendesaknya transisi bisnis industri menuju net zero emission (NZE). NZE adalah kondisi saat jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh bumi. Oleh karena itu, perlu dilakukan dekarbonisasi, yakni upaya mengurangi atau menghilangkan secara signifikan emisi karbon dioksida (CO2) dan emisi gas rumah kaca (GRK) lainnya dari atmosfer.
"Mengapa langkah dekarbonisasi penting dilakukan? Saat ini, kenaikan suhu bumi sudah mencapai 1,1 derajat celcius. Jika tidak ingin dunia mendapat efek lebih buruk dari climate change, kenaikan suhu bumi harus dijaga di 1,5 derajat C. Lebih dari itu, katastropik, akan jadi masalah. Dampaknya bisa ke jutaan manusia yang terkena," kata Nailah.
Dampak kenaikan suhu, jelas Nailah, beragam. Salah satunya adalah kenaikan air laut yang menyebabkan banjir dan juga kebakaran hutan. Selain dampak langsung, kenaikan suhu bumi juga akan memberi dampak lainnya seperti kerawanan pangan dan transisi jenis pekerjaan.
Sementara itu, menurut riset di tahun 2019, sebagian besar emisi di Indonesia dihasilkan dari industri. Oleh karena itu, penting bagi industri untuk memulai langkah dekarbonisasi, tegas Nailah. Selain karena industri merupakan kontributor besar dalam emisi, lanjutnya, langkah industri dengan memproduksi barang-barang rendah emisi akan berdampak positif ke bisnis industri.
"Perubahan iklim akan berdampak pada keberlanjutan bisnis industri, misal jika terjadi bencana alam. Tak hanya itu, Pemerintah Indonesia sudah mulai aware dengan climate change sehingga industri juga harus melakukan transisi. Selanjutnya, konsumen pun tak segan merogoh dana lebih untuk sustainable product, bahkan mencapai 40% dari jumlah konsumen di Indonesia berdasarkan riset yang kami lakukan," jelas Nailah.
Dia menutup, industri yang cepat melakukan transisi menuju dekarbonisasi akan mendapat keuntungan lebih dari mereka yang tidak segera melakukannya.