Banyak film romantis menutup cerita saat sebuah hubungan berakhir. Namun, Patah Hati yang Kupilih justru memulai konfliknya dari titik tersebut. Film produksi Sinemaku Pictures ini mengajak penonton menyelami fase setelah patah hati—ketika perpisahan belum benar-benar memutus ikatan, terutama saat ada tanggung jawab yang tak bisa dihindari.

Disutradarai Danial Rifki serta diproduseri oleh Umay Shahab, Prilly Latuconsina, dan Bryan Domani, film ini menghadirkan romansa dalam ruang yang lebih dewasa dan realistis. Cinta tidak lagi diposisikan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai bagian dari proses pendewasaan, pengambilan keputusan, dan penerimaan terhadap konsekuensi hidup. Patah Hati yang Kupilih dijadwalkan tayang di bioskop Indonesia mulai 24 Desember 2025.

Cerita berfokus pada Alya dan Ben, sepasang mantan kekasih yang terpaksa mengakhiri hubungan karena perbedaan agama serta penolakan keluarga. Meski hubungan mereka berakhir, keduanya tetap terikat oleh kehadiran seorang anak yang lahir dari kisah cinta tersebut. Perpisahan itu tidak pernah benar-benar final—ia berubah bentuk menjadi tanggung jawab bersama yang menuntut kedewasaan emosional.

Baca Juga: Daftar Film Indonesia dengan Jumlah Penonton Terbanyak

Kondisi ini memaksa Alya dan Ben untuk terus berinteraksi sebagai orang tua, sambil menahan perasaan yang belum sepenuhnya usai. Di tengah situasi tersebut, Alya dihadapkan pada Fadil, sosok pria yang stabil, dewasa, dan siap membangun masa depan. Pilihan yang harus diambil Alya tidak lagi sederhana karena menyangkut masa depan anak, nilai keluarga, serta prinsip hidup yang diyakininya.

Produser Umay Shahab menyebut film ini lahir dari keinginan menghadirkan cerita yang dekat dengan realitas sosial masyarakat Indonesia. Menurutnya, konflik yang diangkat bukan sesuatu yang jauh dari keseharian.

“Patah Hati yang Kupilih ingin mengajak penonton berdiskusi tentang kisah-kisah yang kerap kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, terutama soal perbedaan yang sangat membumi di masyarakat Indonesia,” ujar Umay.

Baca Juga: Film Sore: Istri dari Masa Depan Melaju Menuju Oscar 2026

Bagi sutradara Danial Rifki, tantangan utama film ini adalah menampilkan cinta yang tidak egois. Ia ingin memperlihatkan bagaimana karakter-karakter di dalamnya bertumbuh melalui konflik, perbedaan, dan keterbatasan.

“Yang ingin kami coba adalah bentuk cinta yang lebih dewasa. Cinta yang tidak hanya memikirkan kebahagiaan diri sendiri, tetapi bagaimana perasaan itu bisa menumbuhkan dan merangkul perbedaan,” tutur Danial.

Ia juga menekankan pentingnya kedalaman emosi para pemain agar penonton dapat ikut masuk ke dalam perjalanan batin setiap karakter, bukan sekadar menyaksikan konflik di permukaan.

Baca Juga: Mengenal Sosok Prilly Latuconsina dan Fakta Unik tentang Dirinya!

Cerita film ini dibangun melalui proses riset yang cukup panjang. Junisha, penulis skenario, menjelaskan bahwa gagasan utama film berangkat dari kesadaran bahwa cinta saja tidak selalu cukup untuk mempertahankan sebuah hubungan.

“Cinta sebenarnya tidak pernah berdiri sendiri. Ada faktor lain yang harus diterima agar sebuah hubungan bisa berlanjut,” jelasnya.

Pengembangan skenario berlangsung hampir enam bulan dan melibatkan diskusi dengan individu-individu yang pernah menjalani hubungan beda agama. Dari proses tersebut, tim kreatif menggali emosi, dilema, serta tekanan sosial yang kerap muncul dalam situasi serupa.

Baca Juga: Rutinitas Self-Care Sederhana ala Prilly Latuconsina, Seperti Apa?

“Kami mendengar langsung pengalaman mereka dan memahami bagaimana emosi bekerja di situ,” tambah Junisha.

Prilly Latuconsina, yang memerankan Alya, menyebut karakter ini sebagai pengalaman baru dalam karier aktingnya. Alya digambarkan sebagai ibu tunggal yang harus mengambil keputusan besar tanpa persiapan dan tanpa pasangan untuk berbagi peran.

“Memerankan Alya sebagai ibu tunggal adalah sesuatu yang baru bagiku. Alya banyak tidak tahunya dan harus mengambil keputusan besar di bawah tekanan,” ujar Prilly.

Baca Juga: Film Tak Ingin Usai di Sini Umumkan Jajaran Pemeran: Bryan Domani, Vanesha Prescilla, Davina Karamoy, dan Rayn Wijaya

Sementara itu, Bryan Domani yang memerankan Ben melihat karakternya sebagai sosok yang perlahan belajar tentang arti tanggung jawab dan empati. 

“Ben di awal cukup memikirkan dirinya sendiri, tapi dia belajar bahwa cinta tidak hanya tentang dua orang,” ungkap Bryan.

Di sisi lain, Indian Akbar menghadirkan Fadil sebagai figur pria dewasa yang stabil dan siap berkomitmen. Menurutnya, karakter ini merepresentasikan posisi yang tidak mudah ketika seseorang harus menerima kenyataan berada di pilihan kedua.

Baca Juga: Mengenang Sosok Teguh Karya, Maestro Perfilman Tanah Air dan Pendiri Teater Populer

“Menjadi pria dewasa itu tidak mudah. Fadil harus menerima keadaan yang tidak sepenuhnya bisa dia kendalikan,” kata Indian.

Film ini juga memberi porsi kuat pada sudut pandang orang tua. Konflik tidak hanya datang dari pasangan, tetapi juga dari nilai, pengalaman hidup, dan cara pandang orang tua dalam melihat masa depan anak-anak mereka. Tarik-menarik antara logika dan perasaan menjadi lapisan penting yang menegaskan bahwa keputusan dalam hubungan tidak pernah berdiri sendiri.

Melalui Patah Hati yang Kupilih, Sinemaku Pictures menghadirkan sebuah film yang tidak menawarkan jawaban tunggal. Cerita bergerak sebagai ruang refleksi bagi penonton untuk menimbang ulang makna cinta, keluarga, dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Film ini akan mulai tayang di bioskop Indonesia pada 24 Desember 2025.