Hustle culture menjadi salah satu istilah yang kerap diperbincangkan belakangan ini. Tanpa disadari, budaya hustle culture ini diterapkan oleh banyak orang, terutama di kalangan pekerja.

Mengutip dari laman Kementerian Ketenagakerjaan, definisi hustle culture merujuk pada istilah standar di dalam masyarakat yang menganggap bahwa kesuksesan bisa dicapai jika benar-benar mendedikasikan hidup untuk pekerjaan dan bekerja sekeras-kerasnya hingga menempatkan pekerjaan di atas segala-galanya. Singkatnya, gila kerja.

Bagi sebagian orang, bekerja keras sepanjang waktu dianggap sebagai 'jalur cepat' untuk menghasilkan banyak uang hingga mendapatkan jabatan yang mereka inginkan. Padahal, budaya ini dapat memengaruhi kesehatan mental para pekerja.

Namun tak dipungkiri, fenomena hustle culture ini seakan menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Padahal, bekerja dalam waktu yang panjang belum tentu membuat seseorang bekerja lebih produktif, bukan?

Baca Juga: Rhenald Kasali Ungkap 3 Tipe Seseorang saat Menghadapi Rintangan, Kamu Termasuk yang Mana?

Rhenald Kasali memiliki pandangan lain perihal normalisasi fenomena hustle culture saat ini. Menurutnya, hidup memang butuh kerja keras di dalamnya. Seseorang yang ingin berhasil butuh effort untuk mencapai pencapaiannya.

"Hidup itu memang perlu kerja keras. Kalau mau berhasil di program doktoral, harus kerja keras. Mau lulus SMA, belajar keras dan kerja keras. Nggak mungkin bisa lulus kalau enggak mau belajar, kalau enggak mau kerja keras. Membangun istana perlu kerja keras. Bandung Bondowoso itu kerja keras supaya satu malam jadi candi Roro Jonggrang, supaya bisa meluluhkan hati pasangannya. Apa sih yang enggak pakai kerja keras? Orang yang jadi pelukis saja kerja keras siang malam," ujar Rhenald Kasali dalam wawancara eksklusif bersama Olenka, 19 Mei 2024 lalu.

Pendiri Rumah Perubahan ini beranggapan, tak ada salahnya dari bekerja keras. Mereka yang menikmati hasil dari bekerja keras, menurutnya tidak akan pernah mempersoalkan apa yang telah dilakukan untuk mencapai kesuksesan. 

"Jadi, tidak ada yang salah. Tapi, kalau kita ngomongnya selalu menyalahkan mereka 'kalian tidak bekerja keras' mungkin mereka jadi muak juga, tapi sebaliknya, ada juga yang meracuni mereka 'enggak perlu kerja keras, yang penting kerja cerdas' itu juga membuat anak-anak muda ini selalu mengatakan itu hustle culture, segala sesuatu terburu-buru, tidak menikmati hidup dan lain sebagainya, seakan-akan itu jadi pembenaran jadi perlawanan seperti itu," tutur Rhenald.

"Tapi mereka yang berhasil, mereka yang kerja keras tidak pernah mempersoalkan itu. Karena kerja keras itu lah yang membuat mereka fun," imbuhnya.