Dibandingkan tahun 2023 yang mencatat 79 Initial Public Offering (IPO) dengan total dana Rp54,1 triliun, Indonesia hanya mencatatkan sebanyak 41 perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan total dana yang dihimpun sebesar Rp10,1 triliun sepanjang 2024.
Penurunan ini sejalan dengan kondisi pasar global yang penuh ketidakpastian, terutama akibat tekanan geopolitik, inflasi yang masih tinggi, serta kebijakan moneter ketat di berbagai negara. Meski begitu, Ernst & Young (EY) Indonesia Strategy and Transactions Partner, Reuben Tirtawidjaja, melihat adanya harapan baru bagi pasar IPO Indonesia di tahun 2025.
Baca Juga: MR.DIY Siap Melangkah ke Pasar Modal, IPO Besar untuk Ekspansi Global
"Sentimen investor diperkirakan lebih positif, seiring dengan kepastian kebijakan pemerintahan baru, kelanjutan pembangunan infrastruktur, serta potensi penurunan suku bunga yang dapat meningkatkan likuiditas di pasar modal," ujarnya, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (1/2/2025).
Pada tahun ini, BEI menargetkan terjadinya 66 IPO dengan 16 perusahaan yang memiliki aset di atas Rp250 miliar. Meski begitu, target ini tidak terlepas dari tantangan yang tetap ada seperti persaingan dengan pasar regional, dampak dari IPO berkinerja buruk di tahun sebelumnya, serta ketegangan geopolitik global.
Selain itu, jelas Reuben, reformasi kebijakan yang tengah dipersiapkan oleh BEI, seperti peningkatan batas free float dan perubahan persyaratan operasional perusahaan, juga bisa memengaruhi minat emiten baru untuk melantai di bursa. Dia menegaskan, sektor infrastruktur dan energi terbarukan berpotensi menjadi pendorong utama IPO di tahun ini.
"Tantangan tetap ada, tetapi dengan strategi yang tepat dan upaya meningkatkan kepercayaan investor, pasar IPO Indonesia bisa kembali bergairah di 2025," pungkasnya.
Selama 2024, EY mencatat 1.215 transaksi IPO yang menghimpun dana sebesar US$121,2 miliar pada 2024 di seluruh bursa saham global. Pencapaian ini menurun dibanding tahun sebelumnya yang disebabkan beberapa faktor, termasuk regulasi ketat di Tiongkok yang menyebabkan aktivitas IPO terendah dalam satu dekade, serta penurunan volume tajam di Australia.
Di sisi lain, India mencatatkan volume IPO tertinggi secara global, sedangkan AS kembali menjadi pasar dengan hasil IPO terbesar. Sementara itu, aktivitas IPO di kawasan ASEAN juga menurun. Malaysia berhasil mencatatkan 49 IPO dengan menghimpun dana US$1,7 miliar; diikuti Indonesia dengan 41 IPO senilai US$921 juta; dan Thailand dengan 31 IPO senilai US$808 juta.