Istilah affiliate marketing sudah tak asing lagi di industri pemasaran digital. Meski praktiknya sudah berjalan bertahun-tahun ke belakang, affiliate marketing kini makin sering dibicarakan karena besarnya potensi penghasilan yang didapatkan dari praktik pemasaran tersebut. Baik bagi pengusaha maupun pelaku pemasaran, affiliate marketing terbukti sama-sama menguntungkan.

Hal itu terlihat, salah satunya, dari riset Suara UKM Negeri Vol. 5: Fenomena Affiliate Marketing pada Social Commerce oleh Ninja Xpress dan Populix. Tercatat, dari hampir 2.000 responden yang diteliti, 42% mengaku sudah berbelanja melalui affiliate marketing dan 88%-nya mempertimbangkan untuk berbelanja kembali melalui affiliate marketing.

Baca Juga: LD FEB UI Rilis Hasil Studi Dampak Signifikan Penetrasi Internet Telkomsel pada Perekonomian Digital Indonesia

"Dampak affiliate marketing pada penjualan kami sangat signifikan. Data kami menunjukkan, per bulan lalu, 85% penjualan di Tik Tok Shop berasal dari affiliator. Kami tidak akan mendapatkan hasil tersebut kalau tidak menggunakan affiliate marketing," terang Mahari Hadistian, Owner dari Urbangeeks, toko online serbaguna yang menjual berbagai produk elektronik seperti speaker, headset, sampai aksesoris handphone, di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Menurutnya, pelanggan berbelanja lewat affiliate marketing lebih banyak didasari atas rasa percaya, tidak hanya berdasarkan banyaknya pengikut sang affiliator di media sosial. Oleh karena itu, selain menggunakan affiliator yang sesuai dengan jenis barang yang dijual, Mahari mengaku lebih menyukai affiliator yang dapat melakukan penialaian dengan baik dan jujur.

"Selain ketersesuain barang dengan affiliator, kami tidak terlalu memikiran pengikut karena jumlah follower tidak terlalu berpengaruh pada penjualan, tetapi bagaimana seorang affiliator mampu me-review produk. Kami lebih baik mendapat penilaian jujur buruk daripada berbohong soal keunggulan," katanya menjelaskan.

Tak hanya itu, affiliate marketing juga bisa menjadi lowongan pekerjaan yang menjanjikan saat ini. Salah satu part time affiliator yang hadir, Yola, mengaku bisa mendapat pemasukan senilai UMR Jakarta per bulan hanya dengan memfokuskan pemasaran digital tersebut di akhir pekan.

"Awalnya, saya memang suka beli online. Setelah itu, banyak teman yang meminta informasi beli barang di mana, misal baju dan aksesoris yang dipakai. Karena suka bikin konten, akhirnya sekalian aja saya gabung menjadi affiliate marketing dan kini sudah berjalan hampir 2 tahun," terang Yola.

Sementara, bagi Cindy yang telah menjadi full time affiliator, pendapatan yang diraih bisa mencapai dua digit. Cindy memang sudah menggeluti dunia bisnis digital sejak 2018 yang dimulai dengan membuan konten tutorial di YouTube. Hanya saja dia menekankan, dibutuhkan kreativitas yang tinggi dan usaha tanpa batas untuk menjadi affiliate marketing. Pasalnya, tren digital sangat cepat berganti.

Bicara mengenai prospek affiliate marketing ke depan, Cindy masih optimis. "Ke depannya, saya lihat masih cerah karena makin banyak orang yang beli di social commerce. Dalam 5-10 tahun ke depan masih bagus. Yang penting, harus jaga kepercayaan dari pelanggan," ujarnya.

Mahari menambahkan, "Ke dapan, dalam 10 tahun masih bagus, bahkan affiliate marketing akan berkembang. Persaingan mungkin akan lebih sulit, tapi konten yang dihasilkan akan lebih bermutu."

Baca Juga: Pentingnya Kolaborasi untuk Memerangi Kejahatan Digital Keuangan di Indonesia

Sementara itu, sejumlah temuan terlihat dari hasil riset Suara UKM Negeri Vol. 5, di antaranya:

  • Mayoritas e-shopper cenderung melakukan pembelian melalui affiliate marketing yang berasal dari pengguna media sosial biasa (80%), artis atau influencer (69%), atau teman mereka sendiri (42%);
  • Sekitar 30% e-shopper memilih berbelanja dari affiliate marketing yang memiliki jumlah pengikut di media sosial kurang dari 500; 21% memilih affiliate marketing dengan pengikut dalam kisaran 500 hingga 800; sekitar 3% e-shopper yang cenderung membeli dari affiliate marketing dengan jumlah pengikut antara 8.000 hingga 1 juta;
  • Platform paling dominan untuk affiliate marketing di Indonesia adalah Shopee dengan penggunaan mencapai 71%, diikuti oleh TikTok Shop 68%; Tokopedia digunakan oleh 21% affiliate marketing; Lazada dan Bli Bli memiliki tingkat penggunaan masing-masing sebesar 16% dan 6%;
  • Produk fashion menjadi kategori paling diminati yang dibeli melalui affiliate marketing dengan persentase mencapai 74%; produk kecantikan (56%); produk untuk kebutuhan rumah dan gaya hidup (50%); aksesori (43%); serta produk makanan dan minuman (40%);
  • Mayoritas anggaran belanja untuk pembelian melalui affiliate marketing berada dalam rentang Rp100.000 hingga Rp250.000 dengan persentase sebanyak 47%.

"Riset kali ini melengkapi riset sebelumnya di Suara UKM Negeri Vol. 4 terkait Social Commerce. Pada riset sebelumnya dijelaskan, sekitar 50% dari para penjual mengalami kesulitan dalam menciptakan konten yang efektif, sedangkan 48% lainnya merasa sulit untuk mengikuti perubahan algoritma platform yang terus berubah. Atas dasar itu, dibutuhkan strategi pemasaran yang relevan dengan perkembangan tren penjualan saat ini, yakni affiliate marketing," pungkas Subarkah Dwipayana, Head of Trade Marketing Ninja Xpress.