Tidak seperti generasi yang lebih tua yang mungkin telah memendam stres atau menekan emosi di tempat kerja, Gen Z ingin berbicara jujur ​​dengan atasan mereka tentang perasaan mereka dan mengharapkan perusahaan menyediakan lingkungan yang mendukung di mana kesehatan menjadi prioritas.

Sayangnya, mereka sering menghadapi sikap meremehkan saat mereka terbuka. Alih-alih menerima dukungan, mereka diminta untuk 'mengeraskan diri', diejek atau dipandang tidak kompeten.

Meskipun kesadaran akan masalah kesehatan mental semakin meningkat, sebagian besar karyawan Gen Z, hampir 25%, merasa bahwa tempat kerja tidak mendukung lingkungan tempat mereka dapat membahas masalah kesehatan mental secara terbuka, sehingga menciptakan stigma yang memaksa karyawan untuk menyembunyikan perjuangan mereka yang sebenarnya di balik alasan yang dibuat-buat.

Misalnya, saat mengalami kecemasan atau tekanan emosional, banyak pekerja Gen Z melaporkan harus mengutip penyakit fisik untuk membenarkan pengambilan cuti daripada bersikap jujur ​​tentang kebutuhan kesehatan mental mereka. Kurangnya keamanan psikologis ini semakin diperparah oleh dukungan manajerial yang tidak memadai.

Baca Juga: Gaungkan Isu Kesehatan Mental, Maybelline Dorong Gen Z untuk Jadi Pendengar yang Baik Lewat Kampanye 'Let’s Be Brave Together'

Paradoks menjadi paham teknologi tetapi ragu-ragu

Mereka sering dipuji karena kecakapan teknologi dan keakraban mereka dengan aplikasi kesehatan mental dan alat pendukung. Namun terlepas dari pengetahuan mereka, mereka tetap berhati-hati dalam terlibat dengan organisasi karena takut dinilai sebagai 'orang yang membutuhkan' atau tidak mampu menangani stres.

Ketakutan dianggap lemah atau kurang kompeten oleh rekan kerja atau atasan mereka sering kali menghalangi mereka untuk mencari bantuan yang mereka butuhkan.

Memberdayakan Gen Z untuk memimpin

Ketika Gen Z dibina sebagai agen perubahan, mereka cenderung memperjuangkan inisiatif yang mempromosikan percakapan terbuka, sehingga mengurangi stigma di sekitarnya dan menyediakan sumber daya bagi semua karyawan.

Sebagai generasi pertama penduduk asli digital sejati, mereka mahir menggunakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan menyederhanakan proses, sehingga memungkinkan pemanfaatan aplikasi dan platform dengan mudah untuk mendukung kesejahteraan karyawan.

Oleh karena itu, dengan memberikan dukungan, pelatihan, dan sumber daya yang tepat, para pemimpin dapat membantu Gen Z berkembang dan mendorong perubahan budaya menuju tempat kerja yang lebih berpusat pada kesejahteraan.

Baca Juga: Tren Lipstick Effect dalam Gaya Konsumsi Gen Z: Utamakan Kemewahan Kecil