Nama Sukamdani Sahid Gitosardjono mungkin tak sepopuler merek-merek yang ia bangun, namun kiprahnya telah mengubah wajah industri perhotelan, pendidikan, dan media di Indonesia.

Sukamdani Sahid Gitosardjono merupakan salah satu pengusaha senior Indonesia yang dikenal sebagai pendiri Sahid Group, konglomerasi usaha yang menaungi hotel, percetakan, media, hingga pendidikan.

Selain aktif di dunia bisnis, ia juga meninggalkan jejak penting dalam dunia pendidikan dan organisasi pengusaha di Indonesia.

Dikutip dari laman resmi, Prof. Dr. H. Sukamdani Sahid Gitosardjono membuktikan dedikasi luar biasa dalam membangun ekosistem bisnis berkelanjutan yang berkontribusi besar terhadap pembangunan nasional. Dimulai dari sektor percetakan, ia mengembangkan bisnis hingga perhotelan, kesehatan, media, serta pendidikan.

Dan dikutip dari berbagai sumber, Rabu (1/10/20250, berikut Olenka ulas profil dan kiprah Sukamdani Sahid Gitosardjono.

Latar Belakang Keluarga

Sukamdani lahir di Surakarta,14 Maret 1928, dari pasangan R. Sahid Djogosentono dan R. Ngt Hj Sadinah. Ia tumbuh dalam keluarga sederhana, dimana sang ayah bekerja sebagai penjahit, sementara ibunya mengelola warung kecil.

Sejak kecil ia terbiasa membantu orang tuanya berdagang, hingga mampu menabung dari upah kecil untuk membeli ternak seperti ayam, kambing, bahkan kerbau.

Dikutip dari Wikipedia, perjalanan akademis Sukamdani Sahid Gitosardjono dimulai sejak masa kecilnya di Sukoharjo. Ia menempuh pendidikan dasar di Volkschool pada 1935–1941, kemudian melanjutkan ke Ko Gakko, sekolah rakyat pada masa pendudukan Jepang, yang ia tamatkan pada 1945. Setelah itu, ia bersekolah di Ambachtschool atau Sekolah Teknik Negeri di Sukoharjo. Pada tahun yang sama, ia juga tercatat sebagai murid di SMP Arjuna Solo dan HIS Kasatrian.

Semangat belajarnya membawanya ke jenjang pendidikan tinggi. Pada 1955, Sukamdani menempuh studi di Akademi Perniagaan Indonesia (API) Jakarta. Bekal pendidikan ini kemudian menguatkan langkahnya dalam dunia bisnis dan organisasi.

Sementara itu dikutip dari Inilah, kehidupan rumah tangga Sukamdani dijalani bersama K.R.Ay.Tmg. Hj. Juliah Sukamdani, perempuan dari keluarga bangsawan Mangkunegaran, yang selalu mendukung kiprah wirausahanya.

Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai enam orang anak, yaitu Dra KR Ay Hj Sarwo Budi Wiryanti, Hj Exacty Budiarsi MBA, Prof. Dr. KRT H Nugroho Budisatrio MBA BET, Dr. KRT Ir H Hariyadi Budisantoso MM, Hj Sri Bimastuti Handayani, dan Sri Bimastuti Handayani. Anak-anaknya kini melanjutkan estafet usaha dan dedikasi sosial keluarga Sahid.

Rekam Jejak Karier

Perjalanan Sukamdani menuju dunia usaha dimulai dari bawah. Ia sempat bekerja sebagai pamong praja di Kantor Kecamatan Grogol, Sukoharjo, lalu pindah ke Kementerian Dalam Negeri di Jakarta. Namun, ia merasa tidak cocok berkarier sebagai pegawai negeri.

Pada tahun 1952, Sukamdani memilih jalur kewirausahaan dengan mendirikan usaha percetakan kecil. Dikutip dari Detik Finance, perusahaan pertama yang ia rintis bernama NV Harapan Massa. Dari percetakan ini kemudian lahirlah PT Tema Baru (1958) yang merambah ke penerbitan.

Dikutip dari Tirto, usaha percetakan tersebut berkembang hingga ia menjabat sebagai Direktur Utama CV Masyarakat Baru. Pada 1960, Sukamdani mendirikan PT Sahid Trading & Industrial Co dan mulai menjalankan Hotel Sahid Solo. Perusahaannya bergerak di berbagai bidang, mulai dari perdagangan kertas, biro perjalanan, pariwisata, pertanian, konstruksi, hingga perkebunan. Selain itu, ia juga mendirikan Harian Bisnis Indonesia.

Pada dekade 1960-an, setelah mengalami kesulitan transportasi ketika berada di Medan, Sukamdani terinspirasi untuk mendirikan bisnis hotel. Dengan keuntungan dari usaha percetakan, ia membangun Hotel Sahid Jaya di Jakarta yang kemudian menjadi cikal bakal jaringan Hotel Sahid. Seiring waktu, Sahid Group bertransformasi menjadi konglomerasi dengan unit usaha di perhotelan, properti, pendidikan, media, hingga kesehatan.

Selain itu, dikutip dari Wikipedia, Sukamdani Sahid Gitosardjono tidak hanya dikenal sebagai pengusaha dan tokoh pendidikan, tetapi juga pernah mengemban jabatan penting di bidang kenegaraan.

Ia menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada periode 1987 hingga 1999, sebuah masa yang menempatkannya di jantung dinamika politik dan pembangunan nasional. Selain itu, pada 1988 hingga 1993, ia dipercaya menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri di Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Republik Indonesia.

Kiprahnya dalam lembaga-lembaga tinggi negara tersebut menunjukkan bagaimana peran Sukamdani tidak hanya sebatas di dunia usaha, tetapi juga turut mewarnai arah kebijakan ekonomi bangsa.

Baca Juga: Mengulik Kerajaan Bisnis Sahid Group yang Dibangun Sukamdani Sahid Gitosardjono

Kiprah Organisasi dan Pendidikan

Dikutip dari Kumparan, di luar kiprahnya di dunia bisnis, Sukamdani Sahid Gitosardjono juga dikenal memiliki perhatian besar pada pendidikan.

Sukamdani meyakini bahwa pendidikan dan bisnis adalah dua hal yang saling menguatkan. Menurutnya, pendidikan mampu melahirkan generasi wirausahawan tangguh yang kelak bisa berkontribusi bagi bangsa.

Salah satu wujud komitmennya adalah mendirikan Pondok Pesantren Modern Sahid di Gunung Menyan, Kabupaten Bogor, yang berdiri di atas lahan seluas 72 hektare.

Melalui pesantren ini, Sukamdani ingin menanamkan etos kerja keras dan semangat keilmuan, agar para santri tidak hanya berbekal ilmu agama, tetapi juga memiliki jiwa kewirausahaan. Ia berharap, lulusan pesantren dapat tumbuh sebagai kader bangsa berbudi luhur yang mampu menghidupi keluarga sekaligus membangun negeri.

Selain pesantren, ia juga mendirikan Universitas Sahid, berbagai Sekolah Tinggi, hingga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melalui Yayasan Sahid. Universitas Sahid berdiri di Jakarta dan Surakarta, sementara lembaga pendidikan lainnya mencakup Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Sahid di Jakarta, Surakarta, dan Bintan, serta Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Sahid di Bali.

Dikutip dari laman resmi Yayasan Sahid, Sukamdani bersama istrinya mendirikan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Sosial Sahid Jaya, yang menaungi berbagai institusi pendidikan mulai dari Universitas Sahid Jakarta, Universitas Sahid Solo, Politeknik Sahid, SMK Sahid Jakarta, hingga Pondok Pesantren Modern Sahid di Bogor. Visi pendidikannya jelas, yakni mencetak SDM unggul yang berkarakter, religius, dan siap bersaing di bidang pariwisata maupun kewirausahaan.

Di bidang organisasi, Sukamdani dua kali menjabat sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, serta dipercaya memimpin Kadin ASEAN pada 1987–1988. Ia juga pernah menjadi anggota MPR (1987–1999) dan Wakil Ketua Komisi Ekuin DPA RI (1988–1993).

Dikutip dari Tirto, salah satu kiprahnya yang bersejarah adalah memprakarsai dibukanya kembali hubungan dagang Indonesia–Tiongkok yang sempat terputus sejak 1967.

Penghargaan

Atas kiprah dan dedikasinya, Sukamdani Sahid Gitosardjono menerima pengakuan dari berbagai institusi bergengsi, baik di dalam maupun luar negeri. Ia dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa dari European University di Antwerpen, Belgia, pada 1986, serta gelar Profesor Kehormatan dari Peking University di Beijing pada 2001.

Dari dunia pendidikan dalam negeri, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo juga menganugerahkan penghargaan Dharma Bhakti Parasamya Nugraha pada 2014, sebagai bentuk apresiasi atas perannya dalam pembangunan lembaga pendidikan dan perintisan UNS.

Dikutip dari Wikipedia, sejak masa mudanya jasa Sukamdani telah diakui melalui sejumlah penghargaan perjuangan kemerdekaan, seperti Satyalancana Peristiwa Perang Kemerdekaan I dan II, Satyalancana Gerakan Operasi Militer, serta Surat Tanda Jasa Pahlawan dalam Perjuangan Gerilya pada 1959. Hal ini menegaskan kiprahnya sebagai bagian dari generasi pejuang yang turut membela Republik.

Pada masa berikutnya, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan berbagai tanda kehormatan negara atas perannya dalam pembangunan bangsa. Ia menerima Bintang Mahaputera Utama (1993), Bintang Gerilya (1990), serta Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia (1992). Selain itu, ia memperoleh Satyalancana Pembangunan, Satyalancana Kebaktian Sosial, dan Satyalancana Penegak, yang menegaskan kontribusinya dalam pembangunan ekonomi dan sosial, terutama dalam membina koperasi, pengusaha kecil, serta industri kerajinan.

Tidak hanya di ranah pembangunan, kontribusinya juga diakui di sektor pariwisata, investasi, dan kewirausahaan. Ia meraih Anugerah Wisata Indonesia dari Menteri Pariwisata pada 1988, Piagam Bhakti Koperasi pada 1995, Piagam Penghargaan Upakarti pada 1996, serta penghargaan tertinggi dari Musyawarah Nasional Kadin Indonesia pada 1988. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga memberikan Anugerah Karya Bhakti Utama Wisata pada 1997.

Penghormatan atas dedikasinya melampaui batas negara. Dari Jepang, Sukamdani menerima The Order of The Rising Sun, Gold and Silver Star pada 1993, sementara Republik Rakyat Tiongkok menobatkannya sebagai People’s Friendship Ambassador pada 1994. Penghargaan budaya turut disematkan kepadanya, seperti Piagam dan Bintang Budaya dari Pusat Lembaga Kebudayaan Jawi Surakarta pada 1996, serta gelar kehormatan Kanjeng Raden Haryo (1987) dan Kanjeng Pangeran (2001) dari Keraton Surakarta.

Hingga akhir hayatnya, ia terus mendapat apresiasi, termasuk Syariah Award dari PT Bank Muamalat, Majelis Ulama Indonesia, dan Bank Indonesia pada 2003. Deretan panjang penghargaan ini menjadi bukti nyata bahwa kiprah Sukamdani Sahid Gitosardjono melintasi banyak sektor, mulai dari perjuangan kemerdekaan, dunia usaha, pariwisata, pendidikan, hingga diplomasi persahabatan antarbangsa.

Baca Juga: Mengenang Kwik Kian Gie: Ekonom Kritis dan Berintegritas

Warisan dan Wejangan di Akhir Hayat

Sukamdani Sahid Gitosardjono wafat pada 21 April 2018 dan dimakamkan di Pondok Pesantren Modern Sahid, Bogor. Ia meninggalkan warisan besar berupa jaringan Hotel Sahid, universitas, rumah sakit, media, hingga pesantren.

Dikutip dari Kompas, sosoknya akan terus dikenang sebagai pengusaha visioner yang berangkat dari kesederhanaan, pejuang ekonomi bangsa, dan teladan dalam kerja keras serta dedikasi.

Dikutip dari Tempo, putri pertama almarhum, Wiryanti Sukamdani, mengatakan bahwa ayahnya selalu berpesan kepada keluarga untuk tidak pernah berhenti berjuang dan mengabdi kepada negara, karena hal itu merupakan bentuk tanggung jawab seorang pengusaha terhadap bangsa.

“Beliau mengatakan, berjuang itu tak selalu harus angkat senjata, tetapi juga melalui bidang ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan. Beliau adalah seorang pengusaha sejati,” kata Yanti.

Selain itu, ayahnya juga berpesan agar dirinya tidak melakukan hal-hal tercela sebagai pengusaha. Menurut Sukamdani, pengusaha berhak berspekulasi, tetapi tidak boleh melakukan manipulasi.

“Dan jangan lupa, beliau juga seorang wartawan. Beliau sangat akrab dengan Bisnis Indonesia (surat kabar harian ekonomi). Di hari-hari tuanya justru banyak sekali berhubungan dengan dunia pers. Beliau sangat memperhatikan perekonomian Indonesia,” ucap Yanti.

Sementara itu, dikutip dari Kompas, wejangan lain yang melekat dari Sukamdani adalah prinsip menjadi pengusaha yang santun, yakni boleh berspekulasi, tapi tidak boleh manipulasi. Motto hidupnya pun sederhana, namun mendalam, “Saya tak pernah berputus asa. Mengerjakan sesuatu selalu sampai tuntas.”

Sukamdani pun selalu menekankan lima kunci sukses, yaitu kejujuran, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, serta prestasi yang diridhoi Tuhan dan didukung orang lain. Baginya, bisnis adalah jalan untuk membuka lapangan kerja, menghidupi orang lain, dan menghadirkan kesejahteraan.

Baca Juga: Mengenang Bob Sadino, Pengusaha Nyentrik yang Hidup dengan Filosofi Sederhana