Nama Jakob Oetama tidak asing di dunia pers Tanah Air. Laki-laki kelahiran Borobudur, Magelang pada 27 September 1931 ini merupakan pendiri Kompas Gramedia Group, salah satu jaringan media massa terbesar dan tertua di Indonesia. Mengabdi puluhan tahun membangun industri jurnalistik, Jakob Oetama meninggal dunia pada 9 September 2020 silam di usia 88 tahun.

Profil Jakob Oetama

Jakob Oetama merupakan anak pertama dari 13 bersaudara dari pasangan Raymundus Josef Sandiyo Brotosoesiswo dan Margaretha Kartonah. Ayahnya berkarier di dunia pendidikan dengan menjadi guru di Ambarawa dan pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah Rakyat Kanisius. Sementara, ibu Jakob Oetama, yakni Margaretha Kartonah, merupakan seorang ibu rumah tangga.

Baca Juga: Mengenal Sosok Ipung Kurnia, Presiden Komisaris DFI Retail Nusantara

Jakob muda pernah bercita–cita ingin menjadi pastor. Oleh karena itu, setelah lulus dari Sekolah Rakyat dan SMP Pangudi Luhur Yogyakarta, Jakob Oetama melanjutkan pendidikannya ke seminari menengah di Yogyakarta dan lulus dari seminari menengah pada tahun 1951.

Di awal kariernya, Jakob bekerja sebagai guru. Di Jakarta, dia menjadi guru SMP. Selain mengajar, Jakob Oetama sekaligus meneruskan pendidikannya dengan berkuliah di Sekolah Guru B-1 Ilmu Sejarah (lulus tahun 1956). Setelah lulus, Jakob bekerja sebagai redaktur di majalah mingguan Penabur.

Demi mengasah kemampuannya lebih dalam, Jakob lantas melanjutkan pendidikannya di Perguruan Tinggi Publistik, Jakarta dan lulus pada tahun 1959. Selanjutnya, Jakob kembali belajar dengan mengambil kuliah Jurusan Komunikasi Massa Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM). Dia berkenalan dengan pendiri Kompas Gramedia lainnya, yakni PK Ojong, di tahun terakhir kuliahnya ini.

Fokus di Industri Pers

Setelah lulus dari UGM di tahun 1961, Jakob bersama PK Ojong terlebih dahulu mendirikan majalah bulanan Intisari yang terbit pertama kali pada bulan Agustus 1963. Baru dua tahun kemudian, mereka mendirikan harian Kompas yang terbit pertama kali pada 28 Juni 1965.

Penuh tantangan, harian Kompas sempat dibredel pada 20 Januari 1978, berbarengan dengan media lainnya, yakni Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesia Times, Sinar Pagi, dan Pos Sore. Harian Kompas akhirnya kembali terbit pada 6 Februari 1978. Sejak saat itu, Kompas terus berkembang menjadi salah satu media ternama di Indonesia. Bahkan, kini lini bisnisnya tidak hanya media, tetapi juga retail, manufaktur, pendidikan, hingga properti.

Selain Kompas, Jakob bersama beberapa rekannya mendirikan The Jakarta Post yang pertama kali terbit pada 25 April 1983. Hal itu dilakukan karena Jakob merasa perlu membuat media Indonesia yang berbahasa Inggris. Sementara itu, salah satu buku yang ditulis olehnya adalah Perspektif Pers Indonesia. Buku tersebut menunjukkan bagaimana pemikiran seorang Jakob Oetama tentang persuratkabaran di Indonesia.