Nama Bahlil Lahadalia belakangan semakin sering diperbincangkan publik. Dari anak seorang buruh cuci pakaian dan kuli bangunan di Fakfak, Papua Barat, ia menjelma menjadi pengusaha sukses, Menteri, hingga Ketua Umum Partai Golkar.

Perjalanan hidupnya penuh dinamika, mulai dari kisah sederhana keluarga, jatuh bangun merintis usaha, hingga menduduki kursi menteri dan menerima penghargaan negara.

Puncaknya, ia baru saja dianugerahi Bintang Mahaputera Adipurna oleh Presiden Prabowo Subianto, sebuah penghargaan tertinggi bagi mereka yang dinilai berjasa luar biasa bagi NKRI.

Dan dikutip dari berbagai sumber, Selasa (26/8/2025), berikut Olenka ulas profil singkat Bahlil Lahadalia.

Latar Belakang dan Kehidupan Keluarga

Dikutip dari Kompaspedia Harian Kompas, Bahlil lahir di Banda, Maluku, pada 7 Agustus 1976. Ia adalah anak kedua dari sembilan bersaudara pasangan Lahadalia dan Nurjani.

Namun, dikutip dari Tirto, sebagaimana ia ceritakan dalam kuliah tamu di Universitas Brawijaya, saat ini ia hanya memiliki tujuh saudara karena salah satunya telah meninggal dunia.

Kemudian, berdasarkan buku Praktik Baik Ayah Hebat terbitan Kemendikbud (2017), tercatat beberapa saudara Bahlil memiliki profesi beragam, mulai dari pejabat dinas pertanian, sekretaris DPRD, guru sekolah dasar, hingga mahasiswa pascasarjana.

Kehidupan keluarga Bahlil amat sederhana. Ibunya bekerja sebagai buruh cuci pakaian di delapan rumah di Fakfak, sementara ayahnya adalah kuli bangunan dengan upah hanya Rp7.500 per hari.

Ayahnya meninggal pada 2010 akibat sakit paru-paru yang diderita sejak 1999, diduga akibat pekerjaan kasar yang digelutinya.

Bahlil kemudian menikah dengan Sri Suparni, wanita asal Sragen, Jawa Tengah, yang ditemuinya saat sama-sama aktif dalam kegiatan kampus di Sorong.

Dan, dikutip dari Merdeka.com, Sri Suparni kini menjabat sebagai Ketua Bidang Manajemen Usaha (BMU) Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Pusat. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai 5 orang anak.

Pendidikan dan Aktivisme Mahasiswa

Saat kecil, Bahlil menempuh pendidikan dasar hingga menengah di Maluku, sebelum pindah ke Fakfak, Papua Barat. Ia bersekolah di SMEA YAPIS Fakfak dan dikenal gigih mencari nafkah sejak muda, seperti berjualan kue saat SD, menjadi kondektur angkot di SMP, hingga sopir angkot di SMA.

Setelah lulus, ia pun melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Port Numbay, Jayapura, dan baru menuntaskan studinya di usia 26 tahun karena sempat terhambat kerusuhan Mei 1998.

Selama masa kuliah, Bahlil aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga dipercaya sebagai Bendahara Umum PB HMI periode 2001–2003.

Baca Juga: Cerita Bahlil Jualan Kue saat SD: Nggak Perlu Malu!