Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mewanti-wanti jangan sampai Indonesia menjadi negara kutukan sumber daya alam lantaran pengelolaan sumber daya alam yang menjadi kekayaan negara ini tak maksimal dilakukan. 

Untuk itu, Bahlil mendorong berbagai proyek hilirisasi yang digenjot sekarang ini dilakukan secara berkesinambungan demi mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di daerah-daerah yang menjadi pusat hilirisasi sumber daya alam. Bahlil meminta agar tetap dilakukan diversifikasi hilirisasi di berbagai sektor. 

Baca Juga: Gencarkan Hilirisasi Sawit, BPDP Dukung Gelaran ITTIE 2025 Batam

Dengan demikian, proses hilirisasi sumber daya alam seperti nikel, tidak hanya berhenti sampai pada proses pemurnian saja alias setengah jadi. Namun, dapat berlanjut menjadi barang jadi, yang kemudian nilai ekonominya dapat dimaksimalkan. 

"Kita jangan sampai menjadi negara kutukan sumber daya alam. Artinya setelah tambang ini selesai harus ada diversifikasi hilirisasi apa yang akan kita bangun," kata Bahlil saat groundbreaking ekosistem industri baterai listrik terintegrasi konsorsium PT Antam-IBC-CBL di Karawang, Jawa Barat dilansir Senin (30/6/2025). 

"Nah proposal feasibility study (FS) sudah disampaikan kepada kami. Kita sekarang mulai memikirkan pascatambang, investasi apa yang akan dibangun di sana," sambungnya. 

Baca Juga: Iran Ancam Tutup Selat Hormuz, Bahlil Dkk Putar Otak Amankan Pasokan Minyak Mentah

Dalam kesempatan tersebut, Bahlil juga turut menekankan banyak sektor yang kiranya sangat potensial untuk dapat masuk ke dalam proses hilirisasi. 

Pada proyek ini, telah direncanakan pembangunan pusat ekonomi baru di sektor perikanan dan perkebunan pada tahun ke-8 hingga ke-9 proyek ini berjalan. Pusat ekonomi baru tersebut akan dibangun dengan memanfaatkan lahan bekas tambang. 

"Agar begitu tambang selesai, tetap perputaran ekonomi di daerah terus berjalan," pungkasnya. 

Sebagai informasi, proyek ekosistem industri baterai listrik terintegrasi konsorsium Antam-IBC-CBL merupakan ekosistem baterai berbasis nikel terintegrasi pertama di dunia dan terbesar di Asia Tenggara. Ekosistem ini mulai dari pertambangan nikel di Halmahera Timur hingga produksi baterai kendaraan listrik di Karawang. 

Proyek ini merupakan bagian dari proyek strategis nasional (PSN) dengan nilai investasi sebesar US$ 5,9 miliar dolar dan mencakup area seluas 3.023 hektare serta mampu menyerap 35.000 tenaga kerja langsung, pertumbuhan ekonomi lokal, dan 18 proyek infrastruktur dermaga multifungsi. 

Baca Juga: Jokowi Dikabarkan Krtis, Begini Pernyataan Ajudan Pribadi, Simak!

Secara keseluruhan, proyek ini akan memiliki kapasitas produksi baterai kendaraan listrik sebesar 6,9 GWh yang kemudian akan ditingkatkan menjadi 15 GWh. 

Nantinya, industri baterai listrik terintegrasi ini diproyeksikan dapat menyuplai baterai bagi 300.000 kendaraan yang dapat mengurangi impor BBM hingga 300.000 kilo liter per tahunnya.