Awal Perjalanan Bisnis
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, mendiang Widyanto merintis usahanya sebagai penjual bakso pikulan. Menariknya, pekerjaan ini sudah ia lakukan sejak masih duduk di bangku 2 SMP.
Setelah menamatkan pendidikan menengah atasnya, Widyanto memutuskan merantau ke Jakarta. Dengan hanya bermodal uang Rp1.200, ia melanjutkan profesinya sebagai pedagang bakso keliling di ibu kota—menyusuri gang demi gang sambil memikul dagangannya setiap hari.
Namun, berdagang di Jakarta bukan perkara mudah. Widyanto kerap harus berhadapan dengan petugas ketertiban, hingga terpaksa kucing-kucingan agar bisa tetap berjualan. Tak jarang, ia harus pulang dengan tangan kosong karena bakso dan peralatan dagangan disita petugas.
Baca Juga: Mengenal Azis Ahmad Firman, Sosok di Balik Kesuksesan Jatinangor House
Awal Mula “Bakso Lapangan Tembak Senayan”
Seiring waktu, Widyanto mengganti pikulannya dengan gerobak dorong. Meski cara berdagangnya masih sama, berkeliling keluar masuk permukiman, setidaknya bahunya tak lagi harus menahan berat beban.
Saat siang hari, Widyanto biasanya keliling di kawasan Petamburan, Slipi, Pejompongan dan Gelora Senayan. Sementara di malam hari, ia bergeser ke kawasan Lapangan Tembak Senayan dan mendapat pelanggan tetap.
Hingga akhirnya, pada 1982, Widyanto memutuskan berjualan setiap hari di luar pagar kompleks Lapangan Tembak Senayan. Pelanggannya pun semakin banyak, didominasi oleh para atlet. Mulai dari atlet pelatnas atletik, bulu tangkis, renang, dan menembak.
Saking ramainya pembeli, ia pun dipersilakan berjualan hingga ke dalam komplek pada 1983. Bahkan, ia juga diizinkan membuka warung kecil di lokasi parkir. Sejak saat itulah, bakso milik Widyanto dikenal pelanggan dengan sebutan Bakso Lapangan Tembak Senayan.
Saat itu, Widyanto kembali diuji. Tepatnya pada 1990, warung kecil tempatnya berjualan harus digusur untuk pembangunan hotel berbintang. Beruntung, ia sudah mempersiapkan diri dan telah menyewa tempat lain yang berada di seberang lapangan tembak.