Kelapa sawit menjadi salah satu dari tujuh komoditas utama atau komoditas strategis sebagai sumber hilirisasi yang ditujukan untuk peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Sebagai komoditas strategis, kelapa sawit berperan besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik dari aspek ekonomi, sosial, dan ketahanan energi.

Kompartemen Hubungan Stakeholders Bidang Sustainability Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Agam Fatchurrochman, menuturkan, kelapa sawit dan produk turunannya juga menjadi bagian keseharian masyarakat Indonesia, termasuk dalam produk UMKM.

Ia pun mengklaim peluang bisnis sektor UMKM kelapa sawit sangat menjanjikan. Bahkan menurutnya, pergerakan ekonomi di sektor ini ditaksir tembus Rp200 triliun per tahun.

Menyoal sosok Agam Fatchurrochman sendiri, selain aktif di GAPKI, ia juga diketahui menjabat sebagai Deputy Head of Corporate Sustainability Bumitama Gunajaya Agro Group.Dengan sederet kiprahnya di industri sawit ini, Agam pun kerap diminta menjadi pemateri atau pembicara di acara-acara bertemakan sawit.

Salah satunya di acara Showcase & Outlook UMKM Sawit 2025 Prospek Pengembangan UMKM Berbasis Kelapa Sawit di Indonesia tahun 2025, yang digelar di Nareswara Ballroom, Gedung Smesco Indonesia, Jakarta, Rabu (12/3/2025) lalu.

Di acara yang digagas Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) yang bekerja sama dengan Olenka tersebut, Agam memaparkan materi terkait Proyeksi dan Arah Hilirisasi Pengembangan UMKM Berbasis Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2025.

Agam mengatakan, saat ini, sawit pun telah menjadi perhatian pemerintah karena keunggulan yang dimiliki dan kontribusinya terhadap devisa negara. Meski begitu, kata dia, pola pengembangan perkebunan kelapa sawit tetap mengacu pada praktik budidaya berkelanjutan.

Misalnya, kata Agam, untuk mengajak masyarakat menjauhi cara membuka lahan dengan cara bakar, perusahaan telah melakukan perjanjian sekitar 2 km dari batas kebun, perusahaan bisa membantu masyarakat dalam kegiatan pembukaan lahan pangan tanpa bakar.

Untuk lebih menggeliatkan perekonomian Indonesia, Agam pun meminta perusahaan-perusahaan sawit untuk lebih serius merangkul dan membina masyarakat pelaku UMKM agar sektor UMKM di lingkup bisnis sawit terus berkembang.

Baca Juga: Membaca Peluang Hilirisasi dan Komersialisasi Komoditas Sawit di Indonesia

Menurutnya, GAPKI sendiri telah mematahkan beberapa jenis UMKM dengan keuntungan besar tersebut salah satunya adalah menjadi supplier tandan kelapa sawit seger ke perusahaan-perusahan besar. Para petani sawit bisa langsung memasok hasil perkebunan mereka ke perusahaan tanpa harus melalui tengkulak dan pengepul.

“Itu mulai dari pertaniannya sendiri, angkutan transportasi, supplier, angkutan CPO, kemudian kontraktor, misalnya pemeliharaan, dan sebagainya. Banyak sekali seperti itu. Pergerakan ekonominya Rp 200 triliun lebih,” terangnya.

Tak hanya itu, sektor UMKM lainnya yang tak kalah menggiurkan adalah bisniskebutuhan pokok di perusahaan sawit misalnya sa ja menjadi pemasok daging ayam,sayur dan kebutuhan pokok lainnya untuk memenuhi kebutuh para karyawan perusahaan yang jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan orang.

Selain itu masyarakat di lingkungan sekitar perusahaan sawit juga bisa menjadikan pandai besi sebagai salah satu jenis UMKM dengan penghasilan yang juga tak kalah menjanjikan, kerajinan pandai besi seperti pisau dan lain-lainnya jelas sangat dibutuhkan perusahaan sawit.

Lebih jauh, Agam pun memaparkan mengenai keberlanjutan industri kelapa sawit di Tanah Air. Dikatakannya, sawit memiliki sustainability standard yang lebih tinggi dari komoditas lainnya karena adanya perhatian yang ketat dari masyarakat, negara-negara pembeli (konsumen) dan NGO.

Meskipun dengan standar yang lebih tinggi, industri sawit di Indonesia dapat menghadapinya sehingga produksi bisa tetap tinggi, sementara monitoring dari NGO juga tetap ketat.

Kemudian, terkait dengan Regulation on Deforestation-free products (EUDR) dari Uni Eropa, Indonesia siap-siap saja terutama perusahaan-perusahan industri kelapa sawit.

Bersama-sama dengan pemerintah, kata dia, GAPKI mengajak diaspora Indonesia, khususnya pelajar Indonesia di luar negeri untuk berkolaborasi dalam mendorong ekspor kelapa sawit, misalnya partisipasi dalam Trade Expo, pelatihan riset pasar dimana diaspora Indonesia lebih mengetahui kewilayahan di tempat mereka berada, dan kolaborasi riset.

“Dalam jangka panjang, saya berpikir bahwa sawit merupakan negative carbon crop karena sawit merupakan tanaman tahunan (pohon) dengan penyerapan karbon tinggi,” pungkasnya.

Baca Juga: IPB University Dorong Optimalisasi Huluisasi dan Hilirisasi Sawit Nasional