Meningkatkan gaji guru honorer bisa menjadi sebuah usaha untuk meningkatkan kualitas guru di Indonesia. Karena pada dasarnya, kesejahteraan dan kualitas guru harus seimbang dan berkesinambungan. Terlebih, menaikkan gaji guru termasuk yang honorer, telah menjadi program yang diusung oleh Presiden dan Calon Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka, dan diharapkan bisa terealisasi.
Junior Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Sharfina Indrayadi, menerangkan, secara umum, guru honorer sangat bergantung pada alokasi dana BOS dalam menentukan gaji dan tunjangannya. Akan tetapi, dengan berlakunya desentralisasi pendidikan, pemerintah daerah memiliki andil yang lebih besar dalam mengatur peningkatan gaji guru honorer di daerahnya.
Baca Juga: Segera Cair! Ini Daftar Penerima dan Komponen Lengkap THR dan Gaji ke-13 PNS Tahun Ini
"Namun, kualitas guru juga tidak semata ditentukan dari kenaikan upah saja. Masih ada aspek lainnya, seperti pelatihan yang berkualitas dan merata, distribusi guru yang seimbang, hingga pembagian workload mengajar bagi guru itu sendiri, yang perlu diperhatikan," ujarnya, dikutip Senin (13/5/2024).
Program peningkatan kualitas guru di Indonesia saat ini belum membawa dampak yang signifikan. Seperti misalnya, program pelatihan guru saat ini masih dinilai belum holistik menjawab kebutuhan guru khususnya di era digital.
Sebagai gambaran, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) masih mengalami beberapa hambatan dalam menghasilkan guru yang berkualitas. Selain itu, rendahnya mutu guru juga berdampak pada mutu pembelajaran di sekolah. Pada Ujian Kompetensi Guru (UKG) 2020, rata-rata nilai yang diperoleh guru LPTK adalah 53.02 dengan materi ujian meliputi pedagogi dan penguasaan materi ajar. Nilai rata-rata ini mengalami penyusutan pada tahun 2021.
Dari sisi akreditasi, program pelatihan guru seperti LPTK juga masih sering terhambat status akreditasi lembaga LPTK yang tidak memadai. Menurut Kompas, dari 423 lembaga, 320 di antaranya belum terakreditasi/terakreditasi rendah.
Dari sisi program, Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) masih memiliki beberapa tantangan, seperti minimnya pelatihan pedagogi guru dengan evaluasi pembelajaran masih sangat berpusat pada ilmu pengetahuan dan bukan keterampilan mengajar guru. Mutu tenaga pendidik yang rendah juga berimbas pada mutu pembelajaran. Hal ini dapat dilihat pada skor PISA 2022 Indonesia yang menurun di seluruh topik, baik untuk skor literasi membaca, matematika, hingga sains.
Sharfina merekomendasikan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru, seperti perlunya konsistensi dalam pelaksanaan program peningkatan peningkatan kualitas guru, termasuk konsistensi dalam menyediakan pelatihan berkualitas dan merata bagi para guru yang mencakup aspek pedagogis, keahlian subjek, serta penggunaan teknologi dalam pembelajaran.
Kemudian, perlu juga distribusi guru yang seimbang dan merata di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk daerah pedesaan dan perkotaan untuk memastikan akses pendidikan yang setara bagi semua siswa.
Baca Juga: Tak Hanya Dermawan, Sepak Terjang Dato Sri Tahir di Dunia Pendidikan Juga Mengesankan
Terakhir, pembagian workload mengajar yang adil dan rasio murid-guru yang seimbang. Diperlukan kebijakan yang memastikan pembagian workload mengajar yang adil bagi para guru sehingga mereka dapat fokus pada pembelajaran yang efektif tanpa terbebani oleh beban kerja yang berlebihan. Hal ini juga berkaitan dengan memastikan rasio guru dan murid yang seimbang dalam ruang kelas.
Dalam mencapainya, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah diperlukan. Pemerintah pusat memiliki peran krusial dalam menetapkan standar nasional dan menyediakan sumber daya, sedangkan pemerintah daerah memberikan dukungan lokal serta menjalankan kebijakan dengan lebih dekat dengan kebutuhan dan realita di lapangan. Keduanya menjadi kunci utama kesuksesan dalam meningkatkan kualitas guru.