Keraguan itu bertahan cukup lama, hingga akhirnya era internet membuka pintu informasi lebih lebar. Saat melakukan pencarian sederhana di Google, Victor justru menemukan fakta mengejutkan.
“Sampai datanglah era internet. Saya bisa google. Mercon Cap Leo, langsung keluar. Harganya Rp74.000. Loh, ini kan mestinya udah gak ada. Dan kita udah puluhan tahun gak pernah bikin. Kok bisa ada mercon ilegal pakai Cap Leo?” katanya heran.
Lebih jauh, Vicktor menemukan bahwa setiap kali aparat melakukan penangkapan kembang api ilegal, nama yang muncul hampir selalu sama, yaitu Mercon Cap Leo.
“Nah, itu aku pas Natal, Tahun Baru, Idul Fitri, suka dipake mercon Cap Leo. Jadi, kalau menurut saya, karena yang setiap kali ketangkep mercon palsunya Cap Leo itu logikanya apa? Wah, itu konklusi deduksi. Wah, saya masih gak punya data statistiknya, cuma kalau yang dipalsu itu terus, pikirannya sama semua,” tutur Victor sambil tertawa.
Bagi Victor, fenomena ini menjadi semacam validasi tak langsung bahwa reputasi mercon Cap Leo memang pernah berada di puncak.
Kata dia, meskipun tanpa data statistik resmi, logika sederhana soal produk palsu justru menguatkan klaim tersebut, yakni hanya yang terbaiklah yang layak ditiru.
“Palsuin yang the best. Masa palsuin yang nomor 56? Gak make sense. Yang mestinya punya auman paling besar ya itu Leo,” tandas Vicktor.
Baca Juga: Victor Rachmat Hartono, Si Sulung Penerus Perusahaan Rokok Terbesar di Indonesia