Mimpi di Tengah Gerhana Matahari

Suatu hari, Ciputra dan Rudy meninjau lahan tersebut di Serpong. Kebetulan saat itu terjadi gerhana matahari. Mereka duduk berselonjor di bawah pohon, menikmati suasana redup yang menenangkan.

“Saya bahkan berbaring. Saat gerhana datang dan suasana menjadi gelap, tiba-tiba di antara kantuk yang hebat, saya seperti menatap sebuah kawasan yang sangat indah. Begitu indah. Lalu, tahu-tahu gerhana berakhir dan saya terjaga. Saya mengucek-ngucek mata dan menatap Rudy,” kisah Ciputra sambil tersenyum.

“Hei, saya bermimpi. Mimpi yang indah. Tempat ini akan menjadi kota yang indah…”

Bagi Ciputra, mimpi saat gerhana itu bukan sekadar bunga tidur. Keyakinannya tumbuh bahwa lahan tersebut akan menjadi kota masa depan.

“Saya tahu mimpi adalah bunga tidur yang tak perlu dipikirkan. Tapi entah kenapa pada hari itu saya begitu yakin BSD memang memiliki masa depan cerah. Kami tak membuang waktu untuk mematangkan proyek,” beber Ciputra.

Tidak menunggu lama, pada 16 Januari 1984, PT Bumi Serpong Damai resmi didirikan. Ciputra ditunjuk sebagai komisaris sekaligus pelaksana proyek. Segala proses perencanaan dan pembangunan dipercayakan sepenuhnya kepadanya oleh Sinar Mas dan Salim Group.

Karena besarnya proyek ini, Ciputra meminta Budiarsa keluar dari Jaya Group dan fokus penuh di BSD. Saat itu, kantor BSD masih menyewa sebuah ruangan kecil di Gedung Jaya. Karyawan pun hanya beberapa orang, yakni Budiarsa, staf keuangan, kasir dari Sinar Mas, dan seorang office boy.

Namun siapa sangka, dari ruang kecil dan tim sederhana itulah lahir salah satu proyek kota mandiri terbesar di Asia Tenggara, yakni BSD City. Kota impian yang berawal dari perjalanan menantu yang tekun, mimpi sang visioner saat gerhana, serta kolaborasi tiga raksasa bisnis Indonesia.

Baca Juga: Kisah di Balik Citra Garden: Saat Ciputra Mengubah Ladang Terlantar Menjadi Kota