Awal Mula Bumi Serpong Damai

Bagi Ciputra, salah satu rahasia sukses menjadi pengembang adalah menemukan lahan potensial. Pesan inilah yang selalu ia tanamkan kepada menantunya, Budiarsa Sastrawinata. Saat itu, meski tengah sibuk mengurus proyek Bintaro Jaya, Budiarsa tetap meluangkan waktu untuk berburu lahan baru. Baginya, setiap perjalanan kerja adalah kesempatan menemukan peluang besar.

“Saya katakan kepada Budiarsa bahwa saya sudah berhasil mengembangkan Pondok Indah seluas 500 hektare, dan Bintaro seluas 1.000 hektare. Namun, saya masih memiliki impian untuk membangun kota baru yang lebih besar dan mandiri,” kenang Ciputra.

Dikatakan Cuputra, sepertinya ucapannya itu menancap kuat di benak Budiarsa, hingga nalurinya terasah bak radar penangkap lahan potensial.

“Rupanya kalimat saya itu sangat memengaruhi Budiarsa, sehingga refleks dirinya seperti radar yang mengendus keberadaan lahan-lahan menarik,” tutur Ciputra.

Diceritakan Ciputra, pada 1983, ketika menjelajah wilayah Bintaro hingga Tangerang, ia mengatakan bahwa saat itu pandangan Budiarsa terpaku pada hamparan perkebunan karet yang luas. Perkebunan itu tampak terbengkalai.

Budiarsa mendekat dan menemukan papan nama rapuh bertuliskan PTP XI dengan alamat di Pecenongan. Tanpa menunda, ia pun melaporkan tentang penemuan lahan tersebut kepada dirinya.

“Dari tampilannya, ia tahu perkebunan itu sudah tidak aktif lagi alias terbengkalai begitu saja. Saat itu, Budiarsa berusaha mencari info tentang lahan tersebut. Dan, dapat. la melihat sebuah papan yang terpancang dalam kondisi jelek dan rapuh. Bahkan tulisan di papan itu sudah sangat buram. Namun, matanya masih bisa membaca tulisan di sana. Ada tulisan “PTP XI”. Juga tertera sebuah alamat di Pecenongan,” terang Ciputra.

Menurut Ciputra, saat itu naluri Budiarsa pun segera bergerak. Dan menurutnya, lahan ini sepertinya punya masa depan.

“Ia pun segera kembali dan menemui saya. Diceritakannya apa yang ia lihat. Saya segera memintanya untuk melacak informasi tentang lahan tersebut dan jika punya potensi dibebaskan, ya beli saja. Budiarsa segera melakukan perintah saya,” tutur Ciputra.

Dan, setelah ditelusuri, lahan perkebunan hampir 1.000 hektare itu sudah ditukar guling ke PT Supra Veritas, anak perusahaan Grup Sinar Mas milik Eka Tjipta Widjaja. Budiarsa pun mendatangi kantor mereka dan bertemu Rudy Maeloa, menantu Eka Tjipta. Awalnya, Rudy tidak tahu siapa Budiarsa. Namun, setelah perbincangan mendalam, ia baru menyadari bahwa pria di depannya adalah menantu Ciputra.

Ternyata, Rudy pun memang sedang mencari jalan untuk bekerja sama dengan Ciputra. Grup Sinar Mas berkeinginan mengembangkan bisnis properti, namun belum berpengalaman. Rudy pun meminta Budiarsa mempertemukannya dengan sang maestro properti Indonesia itu.

“Bagai tumbu ketemu tutup. Hampir 1.000 hektare lahan sudah aman, tak perlu repot-repot membebaskan lagi. Kami sepakat bekerja sama,” ujar Ciputra mengenang pertemuan bersejarah itu.

Ciputra, yang mewakili Metropolitan Development, bekerja sama dengan Sinar Mas. Ia juga mengajak Liem Sioe Liong dari Salim Group untuk bergabung, mengingat kolaborasi mereka di Pondok Indah terbukti sukses.

Baca Juga: Kisah Ciputra: Ubah Cengkareng yang Terpencil Jadi Kawasan Properti Idaman