Peluang itu penting dalam hidup seorang pria. Mampu melihat peluang dan memanfaatkannya berarti Anda sudah setengah jalan menuju kesuksesan. Sisanya, terletak pada kerja keras.
Begitulah prinsip yang dipegang oleh Mochtar Riady, pendiri Lippo Group yang mengantarkannya dari penjaga toko kecil menjadi konglomerat terpandang di Indonesia. Bisnis yang dijalankan oleh perusahaannya pun bergerak di berbagai bidang, dari finansial, kesehatan, properti, hingga pendidikan.
Baca Juga: Kisah Kiki Barki Dirikan Harum Energy Group
Belajar dari Penderitaan
Sebelum sesukses seperti sekarang, masa kecil pria kelahiran Malang, Jawa Timur pada 12 Mei 1929 ini dipenuhi tantangan. Dia harus kehilangan ibunya di usia 9 tahun serta sosok sang ayah untuk sementara waktu ketika ditangkap tentara Jepang saat usianya masih berusia 11 tahun. Tanpa bimbingan orang tua, Mochtar kecil terjun menjadi penjudi kecil.
Suatu ketika, kebiasaannya membeli lotre akhirnya diketahui sang ayah setelah kembali dari penangkapan Jepang. Setelah merampas dan merobek lotre tersebut, sang ayah berpesan kepada Mochtar Riady bahwa tanpa keringat, uang tidak bisa didapat. Kata-kata itulah yang mengingatkan Mochtar untuk menjadi seorang pekerja keras.
Mimpi Jadi Bankir
Kecintaan Mochtar Riady pada dunia perbankan muncul saat terpesona dengan tampilan petugas Nederlandsche Handels Bank yang berada di gedung-gedung megah bergaya Eropa saat dirinya pergi ke sekolah. Bercita-cita menjadi bankir, dia mampu menyelesaikan pendidikan di University of Nanking saat dipulangkan ke China oleh Pemerintah Belanda.
Terjadinya perang di Nanking memaksa Mochtar Riady kembali ke Indonesia pada tahun 1950-an. Sayangnya, mimpi Mochtar menjadi bankir ditentang sang ayah karena dianggap mimpi orang kaya. Oleh karena itu, di usianya yang ke-22 tahun, Mochtar menjalankan bisnis toko sepeda kecil milik keluarganya di Jember. Sukses besar dalam tiga tahun, Mochtar tetap ingin mengejar mimpinya menjadi bankir sehingga memutuskan pindah ke Jakarta.
The Magic of Banking Marketing
Mochtar Riady pindah ke Jakarta di tahun 1954 (usia 25 tahun). Ia terlebih dahulu bekerja di perusahaan importir, bekerja di sebuah kantor di Hayam Wuruk, hingga berbisnis kapal kecil sebelum bisa masuk ke dunia perbankan. Baru di tahun 1959, dia bertemu dengan Andi Gappa, pemilik Bank Kemakmuran. Setelah sebelumnya belajar dari posisi kliring, cash, hingga checking account, Mochtar berkesempatan menjadi Direktur Bank Kemakmuran yang dalam masa sulit kala itu.
Mampu membuktikan dirinya, kondisi Bank Kemakmuran mulai membaik setelah satu tahun ditangani oleh Mochtar. Pada tahun 1964, Mochtar berhasil mendirikan Bank Buana yang kini dikenal sebagai Bank UOB Indonesia. Kembali menorehkan prestasi, dia ikut menyukseskan pendirian Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya, dan Bank Industri Dagang Indonesia di tahun 1971. Baru di tahun 1975, dia berpindah ke Bank Central Asia (BCA).
Tangan dingin Mochtar di dunia perbankan juga ditorehkan lewat BCA. Saat masuk di tahun 1975, aset BCA berada di angka Rp12,8 miliar. Sementara itu, aset BCA saat Mochtar keluar di akhir 1990 sudah di atas Rp5 triliun.
Selain BCA, Mochtar juga dikenal sebagai pendiri bank Lippo yang di kemudian hari berkembang menjadi Lippo Group. Di tahun 1981, dia membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia miliki Haji Hasyim Ning. Bergerak di tahun 1987, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak lebih dari 1.500 persen, membuktikan kembali peran Mochtar dalam perkembangan dunia perbankan Tanah Air. Di tahun 1989, Bank Perniagaan Indonesia merger dengan Bank Umum Asia, menjadi Lippobank.
Atas kontribusinya dalam mendirikan dan mengembangkan tiga bank besar di Indonesia: Panin, Lippo, dan BCA, Mochtar Riady dijuluki sebagai The Magic of Banking Marketing atau Dewa Bankir.