Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Abdul Mu’ti, berbagi kisah hidupnya saat menempuh pendidikan tinggi di IAIN Walisongo Semarang. Lahir di keluarga sederhana dengan segala keterbatasan materi, Prof. Mu’ti harus mengalami kisah pelik ketika diejek oleh rekannya lantaran tak memiliki baju bagus.

Bahkan, ia kerap diledek seperti anak SMA lantaran celana yang dikenakannya. Diakui Prof. Mu’ti dulu ia sempat mengenakan celana seragam SMA miliknya kala harus pergi kuliah. Itu lantaran tak ada celana lain yang dimilikinya, selain celana yang pernah dikenakannya semasa sekolah. 

“Saya nggak punya baju bagus, sampai teman saya yang keren itu meledek, ‘Mu'ti ini SMA IAIN, karena celananya masih celana SMA’, atasnya baju bebas, tapi celana saya masih celana SMA. Karena nggak punya celana yang tidak seragam SMA, yang tidak seragam Aliyah,” cerita Prof. Mu’ti seperti Olenka kutip, Selasa (31/12/2024).

Jangankan membeli baju dan celana baru, Prof. Mu’ti rela masak sendiri dengan lauk pauk berupa telur dan ikan asin, serta memasak nasi dengan beras yang diberikan sang ibunda kala ia harus merantau untuk kuliah ke Semarang. 

Baca Juga: Menginspirasi Generasi Muda, Kisah Perjuangan Prof. Abdul Mu'ti Kuliah di Australia

Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat Prof. Mu’ti untuk menempuh pendidikan. Tak memiliki baju bagus seperti teman-temannya, tak membuat Prof.Mu’ti kalah unggul di kelasnya. Semasa kuliah, Prof Mu’ti terbilang sebagai mahasiswa berprestasi dan kerap diandalkan untuk berdiskusi.

“Tapi saya nggak minder dengan pakaian yang terbatas itu, karena ketika di kelas diskusi yang dicari oleh dosen saya. Abdul Mu'ti di mana? Karena kalau diskusi enggak ada Abdul Mu'ti, itu seperti iklan salah satu produk itu, 'enggak ada lo, enggak rame' katanya begitu,” tutur prof. Mu’ti.

Dengan segala pengalaman pelik yang dialaminya, Prof Mu’ti berpesan untuk tidak menjadikan kekurangan fisik dan materi, membuat diri rendah dihadapan orang lain. Sebab, ada kelebihan dalam diri yang mungkin tidak dimiliki orang lain, sebagaimana kelebihan yang dimiliki oleh Prof. Mu’ti. 

“Itu yang saya sebut dengan distingsi,” katanya.

Ada pengalaman lain yang turut diceritakan Prof. Mu’ti dalam kesempatan yang sama. Pengalamannya sederhana, di mana ia dihadapkan dengan ketidaktahuannya menggunakan sabuk pengaman saat naik pesawat pertama kalinya menuju Australia. 

“Kalau saya boleh cerita, saya keluar negeri pertama kali, naik pesawat pertama kali ya ke Australia itu. Sampai cara pakai sabuk pengaman itu nggak bisa saya itu. Tapi rupanya saya tidak sendiri. Karena apa? Saya bareng berangkat sama dosen Universitas Jember yang alumni UGM,” kisah Prof. Mu’ti.

Baca Juga: Perjalanan Hidup Abdul Mu'ti: Cendekiawan Muslim yang Kini Jabat Menteri Pendidikan dan Menengah

“Bayangan saya alumni UGM itu yang orang kota pernah naik pesawat. Kami duduk bersebelahan, saya nengok kawan saya ini belum pakai sabuk. Dia juga nengok saya yang belum pakai sabuk. Akhirnya kami seperti kabayan itu, ‘Pak kok enggak pakai?’. ‘Saya pengen lihat Pak Mu'ti cara pakai-nya gimana gitu’. ;Saya juga pengen lihat Bapak, Bapak cara pakai-nya bagaimana?’ Ternyata UGM dan IAIN sama-sama seperti kabayan itu,” sambungnya sembari tertawa.

Dengan segala ketidaktahuannya hingga menyebut dirinya seperti Kabayan, Prof. Mu’ti mengaku tidak malu. Sebab, itu merupakan keberangkatannya bersama rekannya untuk menempuh pendidikan di Australia setelah berhasil mendapatkan beasiswa.   

“Tapi kami tidak malu. Kami tidak malu. Kami dapat beasiswa kuliah ke Australia yang menyisihkan ribuan calon yang lainnya,” imbuhnya.