Dulu Masuk Forbes, Kini Terjerat Kasus
Nama Iwan Setiawan Lukminto sendiri sempat bersinar terang di dunia bisnis Indonesia. Pada tahun 2020, ia bahkan masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes, menduduki posisi ke-49.
Saat itu, total kekayaannya ditaksir mencapai US$515 juta atau sekitar Rp8,41 triliun (mengacu pada kurs Rp16.340 per dolar AS).
Dikutip dari CNN Indonesia, di masa itu, Iwan masih menjabat sebagai Direktur Utama Sritex, posisi yang ia emban sejak 2014 hingga 2023.
Kariernya di perusahaan keluarga ini pun sebenarnya sudah dimulai jauh lebih awal. Ia ikut memimpin Sritex sejak tahun 1997 bersama sang ayah, H.M. Lukminto, pendiri perusahaan.
Namun, setelah tahun 2020, nama Iwan tak lagi muncul dalam daftar orang terkaya Forbes. Informasi terbaru soal kekayaannya pun tak lagi dipublikasikan secara terbuka.
Di luar industri tekstil, Grup Sritex juga merambah ke sektor properti dan perhotelan. Mereka tercatat memiliki sekitar 10 hotel di Solo, Yogyakarta, dan Bali, termasuk salah satunya Holiday Inn Express di Bali.
Sayangnya, badai datang saat pandemi COVID-19 melanda pada 2020. Tekanan keuangan mulai menghantam Sritex, dan kondisi makin memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Hingga akhirnya, pada Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang menyatakan Sritex pailit dan resmi ditutup.
Benang Kusut Kredit Bermasalah
Kasus korupsi yang menyeret nama besar Sritex ini pun memasuki babak baru. Kejaksaan Agung Republik Indonesia resmi menetapkan tiga tersangka dalam dugaan korupsi pemberian kredit kepada perusahaan tekstil yang dulu sempat jadi kebanggaan nasional itu.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.
Mereka adalah mantan Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto (ISL); mantan Direktur Utama Bank DKI, Zainuddin Mappa (ZM); serta Dicky Syahbandinata (DS), yang menjabat sebagai Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB.
“Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap DS, ZM dan ISL, pada hari ini, Rabu, 21 Mei 2025, penyidik pada Jampidsus Kejagung RI menetapkan ketiganya sebagai tersangka,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, seperti dikutip dari Detik.com.
Kasus ini sendiri bermula dari kredit jumbo yang diterima Sritex dari sejumlah bank milik pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu yang disorot adalah pinjaman dari Bank BJB dan Bank DKI. Total nilai kredit yang belum terbayar per Oktober 2024 mencapai angka fantastis: Rp3,58 triliun.
Namun, bukan hanya soal nominal yang jadi perhatian. Kejaksaan menemukan adanya indikasi kuat bahwa proses pemberian kredit tersebut tidak sesuai prosedur yang berlaku.
“Penyidik memperoleh alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dengan nilai total tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 sebesar Rp3.588.650.808.028,57,” jelas Qohar.