Taman Impian Jaya Ancol kini menjadi ikon wisata Jakarta, tetapi tak banyak yang tahu bahwa kawasan tersebut dulunya hanyalah rawa berlumpur yang dianggap mustahil untuk dikembangkan. Di balik keberhasilannya, ada sosok Ciputra, pendiri PT Pembangunan Jaya, yang memutuskan untuk mengambil risiko besar demi mewujudkan visi kota yang lebih hidup.

Keputusan membangun Ancol diambil Ciputra dengan penuh keyakinan, meskipun tanpa dukungan dana dan di tengah banyak keraguan.

Baca Juga: Kisah Ciputra Mengubah Rimba Ancol Menjadi Ikon Jakarta

“Kita jalan. Kita garap Ancol! Jakarta harus memiliki pantai yang indah. Bukan pantai yang tersia-siakan,” ucap Ciputra tegas, seperti tertulis dalam buku The Entrepreneur.

Ia menyadari, jika ia menolak proyek tersebut, kemungkinan besar tak akan ada pihak lain yang berani menyentuhnya.

Singkat cerita, keyakinan Ciputra untuk membangun Ancol semakin kuat. Ia akhirnya mengajukan satu syarat ke pemerintah, proyek harus sepenuhnya dikelola oleh Jaya, bukan dibagi antara Jaya dan Pemda.

Baca Juga: Ciputra dan Proyek Senen yang Melelahkan serta Sarat Hentakan Emosi

Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, akhirnya menyetujui, dengan catatan, jika proyek rugi, tanggung jawab di tangan Jaya. Namun jika untung, hasil dibagi dua dengan pemerintah daerah. Proyek itu kemudian dijalankan di bawah Badan Pelaksana Pembangunan Ancol (BP3 Ancol).

Pembangunan Ancol dimulai dengan segala keterbatasan. Kawasan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, yakni wilayah barat untuk kawasan industri, wilayah timur untuk permukiman, dan wilayah tengah sebagai zona rekreasi. Untuk mendapatkan dana awal, Jaya menjual karcis masuk murah ke pantai yang baru dirapikan jalannya. Strategi ini tak hanya memberi pemasukan kecil, tapi juga menjadi indikator minat publik.

“Setelah kami merapikan jalan masuk ke arah pantai, karcis mulai dijual. Lumayan. Setidaknya ada rupiah masuk walau tak seberapa,” kenang Ciputra.

Baca Juga: Pelajaran Hidup Ciputra dari Proyek Senen: Kesuksesan Besar yang yang Menorehkan Luka Batin

Dukungan mulai berdatangan. Yayasan Bina Ria, yang terdiri dari istri pejabat dan mantan pejabat, memberikan pinjaman untuk membangun jalan masuk. Masyarakat pun mulai berdatangan, dan bank mulai melirik proyek ini. Kavling industri dan permukiman langsung habis terjual. Dana hasil penjualan digunakan untuk pembebasan lahan dan pengembangan kawasan.

Puncak dari proyek ini adalah pembangunan fasilitas hiburan di zona tengah. Ciputra membangun berbagai wahana seperti Gelanggang Renang Jaya Ancol, Gelanggang Samudera, Pasar Seni, sirkuit, cottage, hingga hotel. Namun, ambisi besarnya belum berhenti.

Baca Juga: Tangan Dingin Ciputra Memoles Wajah Pasar Senen: Ide Cemerlang yang Menembus Batas Istana

Ciputra sempat berusaha menghadirkan Disneyland di Jakarta. Ia bahkan berkorespondensi langsung dengan pihak Disneyland, namun hasilnya mengecewakan.

“Mereka dengan tegas mengatakan ‘tidak berminat’ untuk bekerja sama membangun Ancol. Bahkan, mereka wanti-wanti agar kami tidak memakai nama Disneyland,” ujarnya.

Penolakan tersebut justru memacu semangat Ciputra untuk menciptakan taman hiburan serupa buatan anak bangsa. Bersama Gubernur DKI Jakarta berikutnya, Tjokropranolo, dan arsitek muda berbakat Ir. Aryanto, ia mulai mengembangkan proyek Dunia Fantasi (Dufan), taman hiburan bertema internasional yang tetap membawa identitas Indonesia.

Baca Juga: Langkah Nekat Ciputra Ini Jadi Titik Balik Hidupnya

“Kita buat sendiri saja theme park. Orang Indonesia juga banyak akal,” kata Ciputra.

Proyek Dufan yang dirintis sejak akhir 1970-an itu akhirnya mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk perbankan dan sponsor. Rancangan taman dibuat dengan tema beragam seperti Indonesia, Jepang, Afrika, dan Eropa. Estimasi biaya yang mencapai puluhan miliar rupiah saat itu tak menyurutkan semangat tim Jaya.

“Kami tidak punya modal uang, tetapi kami punya modal nekad,” tulis Ciputra. Ia juga menekankan bahwa modal utama mereka adalah integritas, profesionalisme, dan jiwa entrepreneurship.

Baca Juga: The Power of Dream! Cerita Ciputra saat Putuskan ‘Hijrah’ Jadi Pengembang di Ibu Kota

Kini, Taman Impian Jaya Ancol dan Dunia Fantasi menjadi bukti bahwa mimpi besar yang dijalankan dengan keyakinan dan kerja keras bisa menjadi kenyataan. Dari rawa yang terabaikan, kawasan itu menjelma menjadi magnet wisata dan simbol keberhasilan pembangunan kota berbasis visi jangka panjang.

“Janganlah mimpi dikubur begitu saja,” pesan Ciputra yang terus hidup dalam setiap sudut Ancol hari ini.