Pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia dari Jakarta ke tempat lain adalah sebuah wacana lawas yang telah digagas bapak bangsa sekaligus Presiden Pertama Soekarno.
Mulanya Soekarno ingin memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya Kalimantan Barat. Alasannya cukup logis, ia memilih Palangkaraya lantaran kawasan itu dinilai sebagai daerah paling sentral Indonesia.
Wilayahnya yang luas juga menjadi pertimbangan lainnya, di samping itu sang presiden juga ingin menunjukan kepada dunia, bahwa Indonesia yang merupakan sebuah bangsa yang baru lahir juga mampu membangun ibu kota modern.
Baca Juga: Polemik Istana Garuda IKN: Warna Gelap, Aura Mistis, dan Ruangan Melayang di Antara Tebing 30 Meter
Sayangnya rencana Soekarno kandas, angan-angan membangun sebuah kota modern di Jantung Indonesia tak kesampaian setelah tercetus pada 17 Juli 1957. Hingga ia lengser mimpi itu tak sempat ia gapai.
Mimpi itu seolah seolah sirna bersama Pamor Soekarno yang sengaja diredupkan rezim orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun.
Pada era 1990-an wacana pemindahan ibu kota negara sempat mencuat lagi, namun rencana memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Jonggol itu juga tak lebih dari sebuah wacana, itu tak pernah terwujud karena berbagai alasan yang tak diektahui. Sejak saat itu, obrolan mengenai pemindahan ibu kota negara tak pernah dibicarakan lagi.
Dibahas Lagi di Era SBY
Setelah tenggelam selama beberapa dekade sejak pemerintahan Presiden Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, wacana pemindahan ibu kota negara kembali mengemuka di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Hanya saja konsep yang diusung ketika itu sedikit berbeda, SBY ingin memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Barat lantaran kondisi Jakarta yang sudah tak memungkinkan lagi. Kemacetan yang sukar terurai dan masalah banjir yang tak menemukan jalan keluar adalah alasan utamanya.
SBY memang punya hasrat besar memindahkan pusat pemerintahan, namun seperti para pendahulunya,mimpinya juga kandas karena berbagai alasan.
Rencana SBY sebetulnya sudah digodok dan dibahas secara paralel selama dua tahun berturut-turut, namun SBY kemudian membatalkannya lantaran proyek itu dinilai memakan ongkos yang tak sedikit, sementara itu kondisi perekonomian Indonesia juga sedang tidak stabil, jadi jalan satu-satunya adalah mengubur dalam-dalam mimpi tersebut. Posisi Jakarta sebagai ibu kota negara gagal digeser untuk kesekian kalinya.
Dikebut Jokowi
Setelah lengsernya SBY, wacana pemindahan Ibu Kota Negara berlanjut ke masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Itu baru tercetus pada periode ke dua masa kepemimpinannya.
Tepatnya pada 29 April 2019, Jokowi memutuskan memindahkan ibu kota negara keluar Pulau Jawa. Wacana itu masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Baca Juga: Jokowi Ajak Prabowo Jalan-Jalan Nikmati Udara Bersih di IKN
Mulanya rencana Jokowi dipandang sebelah mata sejumlah pihak yang beranggapan bahwa itu hanya sekedar lip service, anggapan itu muncul karena pengalaman kegagalan masa lampau oleh presiden-presiden terdahulu.
Pandangan remeh itu dijawab Jokowi pada 26 Agustus 2019. Dari Istana Negara, presiden mengumumkan lokasi ibu kota baru, dia mendapuk Penajam Paser, Kalimantan Timur sebagai pengganti Jakarta yang kekinian dinamai Ibu Kota Nusantara (IKN).
Bagi Jokowi, pemindahan Ibu Kota Negara bukan sebuah proyek biasa, bukan sekedar memindahkan pusat pemerintahan, namun lebih dari itu, visi-misi pemindahan Ibu Kota Negara adalah bagian transformasi struktural Indonesia untuk membangun tata kehidupan yang lebih baik.
Alasan utama dibangunnya IKN adalah pemerataan, baik dari sisi ekonomi, penduduk, maupun pembangunan. Jokowi bernai mengambil kebijakan yang melawan arus yang selama ini terlampau Jawasentris.
Dengan adanya proyek IKN, pemerataan sebagai wujud dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat dicapai, dengan perpindahan ibu kota maka pembangunan dan pemerataan tak lagi hanya berpusat di Pulau Jawa saja.
Polemik IKN
Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur tak lepas dari berbagai kritik pedas. Diawal-awal penunjukan lokasi baru itu, Jokowi itu dihujam kritikan dari berbagai arah.
Bahkan saat itu ada pihak yang menyebut Kalimantan tidak pas Jadi Ibu Kota Negara lantaran jaraknya yang jauh dari mana-mana, kejamnya lagi ada yang menyebut kawasan itu adalah tempat jin buang anak yang berujung gejolak dan demo berkepanjangan dari warga Kalimantan yang tersinggung.
Polemik tidak berhenti sampai di situ, pembangunan IKN juga sempat dikritik habis-habisan karena sepinya minat investor asing maupun lokal.
Hal ini juga membuat sejumlah pihak berpendapat bahwa proyek IKN bakal berhenti di tengah jalan karena keterbasan anggaran, namun pada kenyataanya proyek itu jalan terus.
Itu artinya pemerintahan Jokowi sunguh-sungguh mengupayakan pendanaan pembangun IKN di tengah desas-desus minimnya minat investor dan gonjang-ganjing pereokomian Indonesia.
Baca Juga: Suka Duka Perjuangan di Surabaya, Kota Pahlawan yang Jadi Saksi Kehidupan Keluarga Tahir
Kekinian, publik ramai-ramai menyoal bentuk Istana Garuda IKN, istana yang menjadi tempat berkantornya kepala negara itu disebut mirip seperti istana siliuman kelelawar.
Karya seniman kawakan I Nyoman Nuarta tersebut disebut-sebut beraura mistis karena warna-warna gelap pada setiap ornamen bangunan.
Nyoman kemudiam membungkam para pengeritik dengan penjelasan berkelas. Pada intinya dia mengatakan warna pada bangunan Istana Garuda bakal berubah dengan sendirinya seiring berjalannya karena perubahan cuaca dan iklim. Semunya sudah dipikirkan masak-masak.
Istana Garuda IKN menjadi salah satu mahakarya, itu adalah salah satu bangunan unik di dunia, gedung berbentuk burung Garuda yang tengah mengepakan sayap dengan kepala tertunduk adalah karya orsinil yang dirancang dengan susah payah. Itu bukan karya duplikasi atau atau menyontek bentuk bangunan lain.