Menurut Gita, dengan penghasilan sebesar itu, wajar bila banyak individu berbakat lebih memilih bekerja di sektor lain yang menawarkan gaji lebih tinggi.

“Ya mendingan kerja di Danantara, mendingan kerja di Amazon, atau di Bank Mandiri, atau di manapun lah,” tambahnya.

Lebih jauh, lulusan University of Texas, Baylor University, dan Harvard University itu menegaskan bahwa gaji rendah membuat banyak talenta potensial enggan memilih profesi guru. Karena itu, suami dari Yasmin Stamboel ini pun mendorong pemerintah untuk menaikkan gaji guru secara signifikan, bahkan hingga Rp20 juta–Rp40 juta per bulan bagi guru berkompetensi unggul.

“Kalau bisa Rp40 juta. Saya pernah hitung, Rp40 juta per guru dikali 100 ribu guru, itu Rp4 triliun per bulan, atau Rp48 triliun per tahun. Itu masih jauh lebih kecil dibandingkan Rp700 triliun anggaran pendidikan kita,” jelasnya.

Dengan total anggaran pendidikan nasional mencapai Rp700 triliun per tahun, Gita menilai ruang fiskal Indonesia sangat memadai untuk menjalankan kebijakan revolusioner tersebut.

“Ruang fiskal kita ini sangat memadai untuk memulai eksperimen ide. Pilih guru yang pintar, yang bisa bercerita, menguasai multibahasa, dan ber-IQ tinggi. Mereka bisa menyuntik imajinasi dan ambisi pada jutaan murid,” katanya.

Gita optimistis, jika Indonesia berani berinvestasi besar pada kualitas guru, maka transformasi besar di dunia pendidikan akan segera terjadi.

“Kayaknya sih gak ada alasan dalam 20–30 tahun ke depan kita gak bisa jadi bangsa yang keren banget,” pungkasnya penuh keyakinan.

Baca Juga: Arsjad Rasjid Soal Korupsi di Indonesia: Digitalisasi dan Pendidikan Jadi Kunci