Pendidik sekaligus pengusaha ternama, Gita Wirjawan, menyoroti krisis kualitas pendidikan Indonesia yang menurutnya berakar pada minimnya investasi terhadap tenaga pendidik.
Pria kelahiran Jakarta, 21 September 1965 itu menegaskan, kemajuan bangsa hanya bisa dicapai jika kualitas guru ditingkatkan secara serius, termasuk melalui pemberian gaji yang layak.
“Kita gak kurang murid, kita gak kurang kampus, tapi kita kurang guru yang berkualitas,” tegas Gita Wirjawan, dalam sebuah video sebagaimana dikutip Olenka, Kamis (13/11/2025).
Menurut pria yang memiliki nama lengkap Gita Irawan Wirjawan ini, rendahnya kualitas pendidikan Indonesia tercermin dari berbagai indikator global. Rata-rata IQ nasional hanya 78,49, jauh tertinggal dibandingkan Singapura (106) atau Yahudi (115).
Ia pun menuturkan, dalam tes PISA, Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 81 negara, sementara Vietnam yang baru keluar dari perang tahun 1975 sudah berada di posisi 33, dan Singapura kini menduduki peringkat pertama di dunia.
“Di Asia Tenggara, cuma dua negara yang di atas rata-rata dunia, dan Indonesia masih di bawah rata-rata,” ujarnya.
Menteri Perdagangan RI periode 2011-2014 itu juga menyoroti rendahnya daya saing universitas di Indonesia. Menurutnya, tidak ada satu pun perguruan tinggi nasional yang masuk 200 besar dunia, sedangkan Singapura memiliki universitas di 20 besar dunia, Tiongkok punya dua, dan Malaysia menempatkan University Malaya di posisi 52 atau 53 dunia.
Semua ini, kata Gita, berakar pada satu hal mendasar, yakni kurangnya investasi terhadap guru. Ia pun menilai, sulit mengharapkan tenaga pendidik yang unggul dan berdedikasi tinggi jika profesi guru tidak memberikan kesejahteraan yang layak.
“Ya sulit untuk kita bisa mendapatkan guru yang berkualitas kalau gajinya cuma Rp2,8 juta per bulan,” ujar Gita dengan nada prihatin.
Baca Juga: Gita Wirjawan: Hoki Bukan Sekadar Keberuntungan
Menurut Gita, dengan penghasilan sebesar itu, wajar bila banyak individu berbakat lebih memilih bekerja di sektor lain yang menawarkan gaji lebih tinggi.
“Ya mendingan kerja di Danantara, mendingan kerja di Amazon, atau di Bank Mandiri, atau di manapun lah,” tambahnya.
Lebih jauh, lulusan University of Texas, Baylor University, dan Harvard University itu menegaskan bahwa gaji rendah membuat banyak talenta potensial enggan memilih profesi guru. Karena itu, suami dari Yasmin Stamboel ini pun mendorong pemerintah untuk menaikkan gaji guru secara signifikan, bahkan hingga Rp20 juta–Rp40 juta per bulan bagi guru berkompetensi unggul.
“Kalau bisa Rp40 juta. Saya pernah hitung, Rp40 juta per guru dikali 100 ribu guru, itu Rp4 triliun per bulan, atau Rp48 triliun per tahun. Itu masih jauh lebih kecil dibandingkan Rp700 triliun anggaran pendidikan kita,” jelasnya.
Dengan total anggaran pendidikan nasional mencapai Rp700 triliun per tahun, Gita menilai ruang fiskal Indonesia sangat memadai untuk menjalankan kebijakan revolusioner tersebut.
“Ruang fiskal kita ini sangat memadai untuk memulai eksperimen ide. Pilih guru yang pintar, yang bisa bercerita, menguasai multibahasa, dan ber-IQ tinggi. Mereka bisa menyuntik imajinasi dan ambisi pada jutaan murid,” katanya.
Gita optimistis, jika Indonesia berani berinvestasi besar pada kualitas guru, maka transformasi besar di dunia pendidikan akan segera terjadi.
“Kayaknya sih gak ada alasan dalam 20–30 tahun ke depan kita gak bisa jadi bangsa yang keren banget,” pungkasnya penuh keyakinan.
Baca Juga: Arsjad Rasjid Soal Korupsi di Indonesia: Digitalisasi dan Pendidikan Jadi Kunci