Inovasi material ramah lingkungan kembali lahir dari dunia pendidikan. Program Studi Bioteknologi dan Fashion Design BINUS University berhasil menciptakan kulit berbasis tumbuhan (plant-based leather) yang terbuat dari limbah kulit pisang dan serat daun nanas. Terobosan ini tidak hanya mengurangi permasalahan limbah organik yang jumlahnya melimpah di Indonesia, tetapi juga menawarkan alternatif berkelanjutan bagi kulit hewan maupun kulit sintetis yang selama ini mendominasi industri fesyen.
Indonesia, sebagai salah satu negara penghasil pisang terbesar di dunia, menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan limbah kulit pisang. Melalui pendekatan bioteknologi, limbah tersebut diolah menjadi material baru dengan nilai fungsional dan ekonomis yang tinggi. Kolaborasi lintas jurusan ini menjadi bukti bahwa perpaduan sains dan kreativitas desain mampu menghasilkan produk berkelanjutan yang siap bersaing di pasar global.
Baca Juga: BINUS University Luncurkan Beasiswa Penuh untuk Cetak Pendidik Berkelas Dunia
Kulit hewan dikenal memiliki dampak lingkungan tinggi, baik dari sisi emisi gas rumah kaca maupun isu kesejahteraan hewan. Sementara itu, kulit sintetis berbasis plastik sulit terurai. Kehadiran plant-based leather berbasis kulit pisang dan serat nanas dari BINUS menjadi solusi yang lebih hijau, alami, sekaligus mendukung prinsip ekonomi sirkular. Dengan memanfaatkan limbah pertanian, material ini mampu memberikan nilai tambah sekaligus mengurangi volume sampah organik.
Agar tidak berhenti sebagai riset laboratorium, tim Bioteknologi BINUS University melakukan pengujian ketahanan, khususnya tensile strength (kekuatan tarik) dan kemampuan jahit. Hasilnya, material tersebut terbukti cukup kuat, tidak mudah robek, dan bisa diproduksi secara massal dengan teknik konvensional industri fesyen. Uji coba kemudian dilanjutkan dengan membuat prototipe berupa dompet dan tas. Produk-produk tersebut tampil modern, stylish, dan mengusung pesan kuat tentang pentingnya sustainable fashion.
Terkait potensi material ini, Dr. Dwiyantari Widyaningrum, dosen Program Studi Bioteknologi sekaligus tim peneliti, menegaskan bahwa inovasi tersebut menjadi jawaban atas tantangan pengelolaan limbah organik maupun pemakaian kulit hewan.
“Material plant-leather berbasis kulit pisang dan serat nanas dapat menjadi solusi antara lain terkait dengan permasalahan limbah dari pengolahan kulit hewan dan juga pengelolaan limbah organik yang kemudian diinovasikan menjadi produk bernilai komersial,” ujarnya.
Ia menambahkan, penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa material tersebut memiliki ketahanan yang baik serta dapat diolah dengan teknik konvensional industri fesyen.
“Penelitian yang kami lakukan menunjukkan bahwa material plant-leather ini cukup kuat dan juga dapat dijahit sehingga memungkinkan untuk dikreasikan menjadi produk fashion seperti tas dan dompet. Selanjutnya kami berencana untuk melakukan penelitian terkait peningkatan skala produksi dan memperbaiki sifat mekanik dan ketahanan material terhadap air,” jelasnya.
Inovasi ini juga berkontribusi langsung pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), seperti SDG 12 mengenai konsumsi dan produksi bertanggung jawab, SDG 13 tentang penanganan perubahan iklim, serta SDG 15 yang berkaitan dengan ekosistem daratan. Dengan hasil uji coba yang menjanjikan, peluang penggunaan material kulit pisang–nanas ini terbuka lebar, mulai dari tas, dompet, jaket, sepatu, hingga aksesoris interior.
Baca Juga: Jawab Tantangan Transformasi Digital, BINUS University Luncurkan 4 Program Studi Baru
Kolaborasi antara Bioteknologi dan Fashion Design BINUS University menunjukkan bahwa pendekatan lintas disiplin mampu melahirkan inovasi yang relevan, berdampak, sekaligus memiliki prospek komersial tinggi. Dukungan dari industri, pemerintah, dan masyarakat menjadi kunci agar inovasi berbasis limbah ini dapat berkembang menjadi solusi nyata di industri fesyen global.