Filantropis Indonesia Dato Sri Tahir memiliki cara pandang yang unik tentang semua kekayaan yang ia miliki. Dia melihatnya dari kacamata dan sudut pandang yang tak lazim. Semua kekayaan yang ia miliki dianggap sebagai milik Tuhan yang mesti dikelola dengan bijak, setidaknya kekayaan itu bermanfaat bagi sesama.
Karena cara pandang itu, Tahir tak pernah sekalipun mengagungkan harta kekayaannya, dia tak pernah mempertuhankan uang, sebaliknya sebagian harta kekayaan digunakan untuk kegiatan amal, membantu mereka yang membutuhkan.
Baca Juga: Tahir: Menolong dan Berbagi Sama Pentingnya dengan Bisnis
“Segala sesuatu yang ada dalam kepemilikan kita sebenarnya adalah amanah Tuhan. Dia meminta kita untuk mengelolanya dengan baik,” kata Tahir dilansir Olenka.id Jumat (9/5/2025).
Pemilik Mayapada Group itu sedari dulu sudah aktif dalam berbagai kegiatan amal, baik melalui yayasan miliknya Tahir Foundation atau kegiatan amal yang dilakukan secara spontan di jalanan, ia tak pernah berhenti mengulurkan tangan untuk mereka yang lemah dan miskin, tak hanya di Indonesia, kebaikan Tahir juga menyentuh anak-anak korban perang di beberapa negara Timur Tengah.
Bagi Tahir, berbuat baik adalah rutinitas, itu adalah penyeimbang hidup, semakin banyak orang tersentuh pertolongan tangannya, ia merasa hidupnya jauh lebih baik, hidupnya menjadi lebih bersemangat.
“Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa ketika kita membantu yang lemah, itu berarti kita meminjamkan uang kita kepada Tuhan. Itu memiliki makna yang sangat dalam,” ujarnya.
“Filosofi Tiongkok juga mengatakan: Jika Anda bersedia memberi, tidak ada jaminan bahwa Anda akan sukses di masa depan. Namun, malapetaka akan menjauh dari Anda. Hari ini saya semakin percaya bahwa keberadaan hidup saya dan keselamatan saya sendiri adalah hasil dari penghargaan saya atas anugerah yang saya terima dalam hidup dengan menyalurkannya kembali kepada orang lain yang membutuhkannya,” ucapnya.
Tak Mewariskan Seluruh Kekayaan untuk Anak-anaknya
Kendati hidup bergelimang harta, namun Tahir memilih cara hidup yang sederhana sebagaimana orang-orang pada umumnya, ia ingin cara hidup yang seperti itu kelak diikuti oleh anak cucunya.
Untuk itu Tahir mengaku seluruh kekayaan yang ia miliki tak semuanya diwariskan kepada anak-anaknya, Tahir memang sudah mempersiapkannya, namun ia juga tak keberatan apabila warisan itu nantinya ditolak anak-anaknya.
Baca Juga: Ketika Tahir Menyelamatkan Masa Depan Anak-anak Jalanan
“Saya telah membuat persiapan untuk masa depan mereka, tetapi itu tidak melibatkan semua kekayaan saya. Bahkan jika mereka memilih untuk menjalani hidup mereka jauh dari kekayaan saya, saya tidak keberatan selama mereka bahagia dan mereka dapat membuat diri mereka berguna,” tuturnya.
Tahir percaya, tanpa kekayaan yang ia wariskan pun, anak-anaknya tetap bisa hidup mandiri sebab mereka telah dibekali pendidikan yang mumpuni.
“Anak-anak saya dibesarkan dengan pendidikan di rumah, melalui iman mereka, dan di sekolah yang baik. Saya yakin mereka akan mampu bertahan hidup dalam hidup mereka,”katanya lagi.
Kombinasi Budaya Barat dan Timur
Dalam hal memandang harta kekayaan, Tahir mengombinasikan budaya Barat dan Timur yang kemudian menjadi ideologi dan pegangan hidupnya.
Menurutnya orang-orang Barat cenderung lebih mandiri, mereka mengumpulkan harta kekayaan untuk menikmati hidup dan berbagi ke sesama,kebanyakan dari mereka adalah orang yang dermawan, mereka sangat jarang mewariskan seluruh harta kekayaan kepada anak cucu mereka.
Ini kontradiktif dengan budaya Timur, dimana orang-orangnya bekerja keras mengumpulkan harta kekayaan untuk generasi penerus mereka.
Baca Juga: Mayapada Hospital Menyempurnakan Mimpi Tahir Membantu Orang Miskin
“Kedua karakter ini memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing. Kita dapat mengambil sisi baik dari budaya Barat mengenai uang, dan sisi positif dari budaya Timur juga. Saya mendukung komitmen orang Timur dalam bekerja keras dan menabung. Mereka menunjukkan kesiapan dan pengendalian diri. Mereka menunjukkan kepedulian terhadap generasi mendatang,” ucapnya.
“Dari budaya Barat kita dapat belajar lebih banyak tentang kesediaan mereka untuk memberi dan kemandirian mereka dari perbudakan uang. Mereka juga menjauhi bencana yang disebabkan oleh uang, misalnya pertikaian keluarga atas warisan,” tambahnya memungkasi.