Dato Sri Tahir tak pernah berhenti melakukan kegiatan amalnya, tak pernah sekalipun tokoh filantropis indonesia itu berpikir menyudahi aktivitasnya tersebut. Baginya berbuat baik  dan berbagi kepada sesama sama pentingnya seperti menjalankan bisnis, mesti dilakukan terus menerus tanpa jedah. Berbagi adalah dahaga yang mesti dipuaskan. 

Tahir rutin berkeliling untuk menemukan anak-anak jalanan di  Jakarta untuk sekadar memberi mereka sejumlah uang dan menasehati mereka, sebagian besar dari mereka bahkan disekolahkan hingga lulus SMA dan beberapa diantaranya hingga ke perguruan tinggi. 

Baca Juga: Ketika Tahir Menyelamatkan Masa Depan Anak-anak Jalanan

Bukannya tak suka berlibur, Tahir lebih suka blusukan ke jalan atau ke tempat-tempat kumuh untuk menemui anak-anak yang membutuhkan uluran tangannya. Baginya berbuat baik adalah sebuah kesenangan, berbagi itu menyejukan hati itu adalah liburan rohani. 

“Saya selalu menantikan kesempatan seperti itu. Saya lebih senang pergi ke tempat-tempat tersebut daripada pergi ke tempat-tempat yang menarik untuk hiburan. Saya lebih menikmati hiburan rohani dengan mengunjungi orang-orang yang membutuhkan,” kata Tahir dilansir Olenka.id Kamis (8/5/2025). 

“Hal terbaik dari menolong atau memberi adalah melihat orang-orang memiliki harapan yang baik dan terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Menolong menurut saya bukan berarti mengubah hidup orang lain agar mereka merasa nyaman dan malas. Tidak. Menolong menurut saya berarti mengubah visi orang lain dan menciptakan harapan bagi mereka,” tambahnya. 

Menurut Tahir, menolong anak-anak bukan sekadar untuk mengubah nasib mereka menjadi lebih baik, tetapi lebih dari itu, ia memberi harapan baru pada generasi muda untuk tetap optimis merengkuh masa depan. 

Ini sekaligus untuk menyembuhkan trauma masa kecil. Tetapi dibalik itu semua Tahir menaruh harapan besar agar kelak kebaikannya menular ke orang lain, dia berharap mereka terinspirasi dan mau berbuat baik untuk sesama.   

“Dengan begitu, saya merasa hidup saya seimbang dan sehat. Saya juga merasa bahwa saya bisa menyembuhkan trauma psikologis masa kecil saya dengan menciptakan kegembiraan dalam hidup bagi mereka yang lemah dan membutuhkan,” ucapnya. 

Kegiatan amal yang dilakukan Tahir di Indonesia difokuskan pada pendidikan dan kesehatan, anak-anak yang di permukiman kumuh yang terancam putus sekolah mesti diselamatkan, Tahir secara tak langsung sedang menyelamatkan masa depan bangsa ini. Baginya pendidikan dan kesehatan adalah dua aspek penting yang tak boleh diangap remeh. 

“Dengan memiliki masyarakat yang berpendidikan baik dan sehat jasmani dan rohani, pembangunan nasional dapat terlaksana dengan baik,” tuturnya. 

Menumbuhkan Budaya Memberi 

Tahir berharap kegiatan amal yang ia lakukan dapat menginspirasi banyak orang, dia yakin kebaikan yang dilakukan secara kolektif dapat menyembuhkan dunia yang sedang menderita karena kekurangan cinta kasih. 

Di Indonesi kata Tahir memberi dan menolong sesama belum menjadi budaya, namun ia yakin hal ini akan terwujud ke depannya, sejauh ini kata dia banyak masyarakat Indonesia yang sudah menunjukan kepedulian terhadap sesama, namun sayang hal ini belum merata. Indonesia masih butuh waktu untuk menumbuhkan budaya memberi. 

Menurutnya lambannya pertumbuhan budaya memberi di Indonesia memang sedikit terhambat, itu dikarenakan oleh filosofi dan pandangan hidup. 

Terdapat perbedaan sudut pandang masyarakat terhadap uang antara masyarakat di Barat dan masyarakat di Timur. Masyarakat Timur lebih introvert dan biasanya pekerja keras. Kehidupan mereka diliputi oleh kekhawatiran atau tuntutan untuk meraih kekayaan tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk anak, cucu, dan bahkan cicit jika perlu

Mereka bekerja sangat keras dan menabung sebaik mungkin untuk masa depan keturunan mereka. Ini kontradiktif dengan pandangan masyarakat Barat. Orang Barat lebih berpikiran terbuka dalam hal keuangan. Selain tujuannya untuk memudahkan hidup mereka, uang bagi mereka juga dapat digunakan untuk menikmati hidup.  Mereka pergi berlibur. Mereka juga memberi kepada orang lain. Berdonasi merupakan budaya yang sudah mengakar di sana.

Baca Juga: Panggilan Tiada Akhir: Pelajaran Hidup Dato Sri Tahir tentang Uang dan Makna Kehidupan

“Bagi kebanyakan orang Timur, bekerja keras berarti berusaha sekuat tenaga untuk menyimpan kekayaan mereka. Jika terjadi masalah di masa depan, anak, cucu, dan cicit mereka akan dapat hidup sejahtera. Keturunan mereka seolah-olah tidak memiliki kapasitas sama sekali untuk bertahan hidup. Itulah ciri khas orang Timur,” ujarnya. 

“Bagi mereka, tindakan memberi bukanlah prioritas. Mereka bahkan akan disingkirkan dan tidak akan dianggap sampai setelah mereka memiliki cukup tabungan untuk anak dan cucu mereka,” tambahnya memungkasi.