Bagi John Hope Bryant, pebisnis sekaligus penulis buku terkemuka di Amerika Serikat (AS), perbedaan antara hidup yang dipenuhi rasa takut soal uang dan hidup yang merasa berada di bawah kendali bukanlah semata soal harta, melainkan pengetahuan.
Sebagai informasi, John Hope Bryant sendiri adalah seorang pengusaha, pegiat literasi keuangan, sekaligus tokoh berpengaruh dalam dunia bisnis dan pemerintahan Amerika Serikat. Ia dikenal sebagai pendiri, ketua, dan CEO Operation HOPE, serta memimpin Bryant Group Ventures dan The Promise Homes Company.
Selain itu, Bryant juga merupakan salah satu pendiri Global Dignity, penasihat bagi sektor bisnis maupun pemerintahan, serta penulis buku laris bertema ekonomi dan kepemimpinan. Kiprahnya di tingkat nasional terlihat dari perannya sebagai Wakil Ketua Dewan Literasi Keuangan Presiden Bush, anggota Dewan Penasihat Kemampuan Keuangan Presiden Obama, Wakil Ketua Dewan Penasihat Literasi Keuangan Presiden AS, hingga Ketua Komite untuk Kaum Kurang Berdaya.
Dalam bukunya, Bryan menegaskan bahwa literasi keuangan seharusnya menjadi hak setiap orang, namun di Amerika Serikat pengetahuan tersebut justru sering tertutup rapat.
Anak-anak, kecuali yang lahir dari keluarga kaya, hampir tak pernah diajari kebiasaan finansial sehat, sementara di sekeliling mereka bertebaran contoh buruk tentang utang, pinjaman, dan gaya hidup konsumtif.
Bryant sendiri tumbuh di Compton, California, lingkungan yang dikelilingi kasir cek, pegadaian, dan toko sewa-beli. Dari pengalaman pahit itu, ia menemukan pelajaran berharga, bukan ambisi yang kurang, melainkan absennya panutan baik dan fondasi dasar tentang uang yang membuat banyak orang terjebak.
“Anda menghasilkan uang di siang hari, tetapi Anda membangun kekayaan saat tidur,” tuturnya, sebagaimana dikutip dari Forbes, Rabu (3/9/2025).
Lewat Operation HOPE, Bryant berhasil menyalurkan lebih dari USD 4,5 miliar ke komunitas kurang terlayani. Program-programnya mencakup edukasi finansial, perbaikan skor kredit, hingga bimbingan kewirausahaan.
Baginya, dasar-dasar literasi keuangan sederhana seperti memahami penganggaran, nilai waktu, bunga majemuk, serta mengendalikan beban emosional yang sering mengganggu keputusan finansial.
Ia bahkan mencontohkan kisah tragis kerabatnya yang salah mengambil jalan karena menutup-nutupi masalah keuangan, sebagai bukti bahwa kebodohan finansial bisa merenggut nyawa.
Baca Juga: Rahasia Pengusaha Sukses! 7 Kebiasaan Sederhana di Pagi Hari yang Mendorong Keberhasilan Wirausaha
Namun, Bryant juga mengingatkan bahwa hambatan literasi keuangan tak hanya soal akses pendidikan, tetapi juga lingkungan industri keuangan yang kerap mengecoh masyarakat.
Dari iklan investasi cepat kaya hingga platform trading yang menyerupai judi, banyak jebakan yang merugikan konsumen.
“Jangan pernah sekadar bertanya berapa cicilan yang harus dibayar. Jika ada bunga, pastikan Anda paham betul ketentuannya,” tegasnya.
Meski begitu, Bryant percaya ada modal yang lebih kuat daripada sekadar uang atau kredit, yakni modal hubungan atau networking. Menurutnya, koneksi, mentor, dan jejaring adalah fondasi yang paling menentukan keberhasilan wirausaha, terutama di era digital dan AI.
Modal ini, kata dia, tak membutuhkan bunga, bisa diakses siapa pun, dan menjadi penopang bagi ide-ide bisnis sebelum benar-benar mencari pendanaan.
Pengalaman pribadi Bryant yang hidup di lingkungan miskin hingga duduk di forum Gedung Putih menjadikannya advokat kuat bagi inklusi finansial.
Ia pun mendorong inisiatif seperti rekening tabungan anak, agar generasi berikutnya bisa membangun masa depan yang lebih cerah sejak dini.
“Buku ini bukan sekadar tentang angka, melainkan perjalanan menuju impian kolektif bangsa akan masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” tulisnya.
Bagi Bryant, kunci membangun kekayaan sejati bukan sekadar pada angka di rekening, tetapi pada pengetahuan, pilihan yang cerdas, serta hubungan yang bermakna.
"Itulah bentuk modal terbaik yang bisa dimiliki seorang pengusaha," tandasnya.
Baca Juga: 7 Cara Mengelola Stres untuk Pengusaha