Pernyataan Hendra tersebut mencerminkan filosofi customer-centric yang dipegang teguh oleh BCA, yakni menyediakan berbagai pilihan layanan sesuai preferensi masing-masing nasabah, tanpa memaksakan satu aplikasi untuk semua.

“Jadi, tipe nasabah butuh apa kita sediakan di meja, ya you pilihlah sukanya mau yang mana,” tambahnya.

Namun dikatakannya, strategi ini bukannya tanpa tantangan. Hendra menuturkan bahwa tim IT BCA kerap mengeluhkan kompleksitas dalam melakukan pembaruan sistem karena harus mengelola dua aplikasi secara paralel.

“Jadi setiap kali komplain ke saya ‘Pak, yang BCA Mobile kapan kita matiin pak, yang myBCA kan sudah jauh lebih bagus.’ Saya bilang gak tahu kapan, mungkin sampai saya pensiun juga belum selesai,” tutur Hendra seraya tersenyum.

Hendra pun menegaskan bahwa BCA tidak ingin memaksa nasabah untuk beradaptasi dengan platform baru secara tiba-tiba. Alasannya, karena ia memahami perubahan teknologi bisa menjadi beban bagi sebagian orang.Bahkan, lanjut dia, hal tersebut bisa saja menimbulkan frustrasi terutama bagi mereka yang tidak terbiasa dengan perubahan.

“Kalau kita paksa nasabah itu update-upgrade, yang mau belajar sih oke-oke aja, kan. Nah, orang yang gak mau belajar, dia akan kesal. ‘Lho saya udah senang pakai aplikasi ini dan udah puas, kenapa dipaksa ganti dengan desain yang berbeda?’ Nah kita gak mau paksa itu,” jelasnya.

Lebih jauh, Hendra pun mengatakan, strateginya tersebut dijalankan sesuai dengan filosofi pelayanan BCA yang memprioritaskan kenyamanan nasabah di atas segalanya.

“Istilahnya, kalau mau nasabah gampang, kita harus mau repot. Kalau kita mau gampang satu aplikasi, nasabah yang repot mesti belajar lagi,” pungkasnya.

Baca Juga: Hendra Lembong Ungkap Pentingnya Jaga Kesehatan Meski Harus Bekerja Lebih Keras