Pemasangan alat peraga kampanye (APK) jelang Pemilu 2024 menuai protes keras berbagai kelompok masyarakat di sejumlah tempat.

Pemasangan APK berupa spanduk, baliho, poster hingga bendera partai politik yang dilakukan di sejumlah titik seperti jembatan layang bahkan memakunya di pohon dianggap menjadi sampah visual yang bikin semrawut pemandangan kota. 

Baru-baru ini pemasangan APK di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan KH Mas Mansyur, Cideng, Jakarta Pusat viral di media sosial.

APK dari sejumlah calon legislatif hingga calon presiden itu dipasang dari ujung ke ujung membuat JPO tampak sangat kumuh. Padahal Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melarang pemasangan APK di fasilitas umum.

Baca Juga: Turun Gunung, Surya Paloh Bakal Pimpin Kampanye Akbar Anies-Muhaimin

Tak hanya JPO, hampir seluruh jalan layang di Jakarta juga menjadi sasaran pemasangan alat peraga, selain bikin kumuh, media luar ruang ini juga mengganggu pengguna jalan, bahkan sampai bikin celaka, seperti yang terjadi di flyover Kuningan, Jakarta Selatan, pasangan lansia cedera setelah terjatuh dari sepeda motor lantaran tersangkut bendera parpol. 

Pengamat tata kota  Universitas Trisakti Nirwono Joga mengecam keras pemasangan APK di sembarang tempat yang bikin rusak pemandangan kota. Dia sampai meminta masyarakat tak memilih partai politik dan calon legislatif yang tak taat peraturan dengan memasangkan alat peraga secara serampangan.

"Masyarakat dapat diimbau untuk tidak memilih parpol/caleg yang tidak tertib aturan tersebut," kata Joga dilansir olenka.id Jumat (19/1/2024).

Menurut Joga, pemasangan APK yang merusak estetika kota serta mengganggu masyarakat perlu ditertibkan. Dia meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) segera menurunkan semua alat peraga yang dipasang sembarangan itu. 

"Bawaslu dan Satpol PP juga harus menertibkan seluruh APK yang mengganggu dan dianggap membahayakan bagi keselamatan warga seperti di 'stick cone', pohon, JPO, pagar median jalan dan pagar/tembok bangunan," tambahnya.

Tidak hanya itu, Joga bilang kampanye pemilu dengan menggunakan media luar ruang jelas sudah tidak efektif. Generasi muda khususnya generasi milenial dan gen z sama sekali tidak peduli dengan cara kampanye seperti ini. Pemasangan alat peraga untuk menggaet pemilih dinilai sudah ketinggalan zaman. 

Joga mengatakan generasi Milenial dan Gen Z justru lebih peduli dengan cara kampanye secara digital. Perlu diingat  KPU mencatat Daftar Pemilih Tetap (DPT), mayoritas pemilih Pemilu 2024 didominasi oleh kelompok Generasi Z sebanyak 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85 persen dan Milenial sebanyak 66.822.389 pemilih atau 33,60 persen.

Baca Juga: Ogah Nilai Kinerja Kementerian Pasca Debat Capres, Anies: Sensitif, Ada yang Ceramah Terus

"Era digital ini bisa memanfaatkan platform media sosial dan media massa untuk berkampanye secara efektif, efisien, serta ramah lingkungan," ujarnya.

Parpol Masih Pede Pakai Cara Usang 

Kendati pemasangan alat peraga ini menuai protes dari berbagai kalangan, namun sejumlah partai politik masih yakin dengan cara kampanye yang telah dianggap usang itu. Salah satunya adalah Partai Demokrat. 

Baca Juga: Sri Mulyani Dikabarkan Mundur dari Kabinet Jokowi, Begini Respons Mahfud MD

Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani mengatakan untuk menghadapi 2024 ini pihaknya masih tetap menggunakan cara lama yakni pemasangan alat peraga luar ruang, dan cara itu tetap dikombinasikan kampanye digital lewat berbagai platform. 

Kamhar Lakumani mengklaim, sejauh ini pemasangan baliho, spanduk hingga poster masih tetap efektif, hanya pemasangan APK itu harus dilakukan dengan hitung-hitungan yang pas, salah satunya adalah mempetimbangkan tempat pemasangan hingga ukuran APK.

“Semakin banyak jumlah, ukuran yang besar atau mencolok, desain yang menarik dan titik strategis sebagai tempat pemasangan akan berkorelasi linear dengan tingkat efektifitasnya," kata Kamhar dilansir Olenka dari Tirto

“Jadi sekalipun saat ini peran media sosial telah mengambil porsi yang besar dalam keseharian kita, namun belum bisa sepenuhnya menggantikan pendekatan konvensional, termasuk dalam kampanye politik," imbuhnya. 

Di sisi lain, Kamhar tak menampik jika cara kampanye konvensional itu memang rentan menabrak berbagai regulasi yang dibuat KPU, dia juga mengakui jika pemasangan APK jadi sampah visual yang bikin semrawut pemandangan kota. 

“Tentu saja, bahkan kami menyiapkan rancangan desain yang menjadi acuan,” kata Kamhar.