Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, menekankan perlunya perbedaan pengelolaan harga minyak sawit mentah (CPO) untuk pasar domestik dan ekspor guna menjaga stabilitas. Ia menyarankan harga domestik tetap rendah mengingat Indonesia sebagai produsen terbesar.

"Minyak untuk dalam negeri harus murah, sementara harga ekspor perlu diatur agar tidak dikendalikan perusahaan asing," ujarnya dalam diskusi bersama APOLIN, APROBI, dan Forum Wartawan di Jakarta, Rabu (12/3/2025).

Sebagai solusi untuk kelompok berpenghasilan rendah, ia mengusulkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari dana Indonesia Trust Fund (ITF). Berdasarkan data, sekitar 25,4 juta orang atau 9,03% dari total populasi membutuhkan bantuan ini.

Baca Juga: BPDP dan Olenka Gelar Showcase & Outlook UMKM Sawit 2025 Dukung Pengembangan UMKM Berbasis Kelapa Sawit

Baca Juga: Mewujudkan Sawit Berkelanjutan lewat Industri Kerja Ramah Perempuan

Sahat juga menyoroti kendala dalam sektor perkebunan sawit yang dapat menghambat ketahanan energi dan pangan. Ia meminta pemerintah untuk mendukung, bukan menghambat pelaku usaha yang telah berkontribusi.

Untuk mencegah penyelundupan akibat disparitas harga, ia mengusulkan transaksi domestik dilakukan melalui bursa komoditas. Selain itu, ia mengajukan skema "green card" bagi pelaku usaha yang patuh agar terhindar dari pajak berlebih dan bisa fokus pada operasional.

"Jika sudah masuk bursa, diberikan green card agar mereka tidak terbebani perpajakan yang berlebihan," pungkasnya.