Perayaan Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day yang diperingati setiap tanggal 8 Maret harus menjadi momentum bagi industri sawit Indonesia untuk menciptakan kesetaraan, perlindungan hak dan risiko kekerasan, serta tanpa diskriminasi terhadap pekerja perempuan. Apalagi, industri sawit di Indonesia merupakan industri besar dengan lebih 16 juta pekerja, termasuk jumlah pekerja perempuan yang besar.

Sumarjono Saragih selaku Chairman Founder WISPO (Worker Initiatives for Sustainable Palm Oil) mengatakan, perlu adanya upaya dan inisiatif khusus untuk memitigasi, mengedukasi, dan menghindari risiko bagi pekerja perempuan. Tahun ini, tema Hari Perempuan Internasional adalah "Mempercepat Aksi" dengan tagar global AccelarateAction.

Baca Juga: Perusahaan Sawit di Riau Gunakan Listrik Hijau PLN

"Salah satu yang perlu dilakukan adalah dengan membentuk Komite Perempuan atau Komite Gender. Komite ini menjadi wadah penting di tempat kerja dan menjadi salah satu dari delapan prinsip yang ada dalam Buku Panduan Praktis Perlindungan Hak Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit yang diluncurkan oleh GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit)," jelas Ketua APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Sumatera Selatan ini, dikutip Rabu (12/3/2025).

Buku tersebut diluncurkan pada tahun 2021 lalu yang dalam peluncurannya dilakukan bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sekaligus peresmian RP3 (Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan) di kebun sawit milik PT Hindoli (Cargill) di Sungai Lilin, Sumatera Selatan.

"Komite Gender adalah lembaga kunci perlindungan pekerja perempuan di pekebunan sawit. Komite ini dibentuk untuk meningkatkan kesadaran, mengidentifikasi dan mengangkat isu-isu terkait, dan mendorong peningkatan kondisi kerja bagi perempuan," sebagaimana ditulis dalam buku panduan tersebut.

Mengutip Buku Panduan Praktis Perlindungan Hak Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit, perusahaan dalam industri kelapa sawit dapat membentuk Komite Gender dengan praktik berikut ini:

  • Dipimpin oleh seorang staf perempuan yang bekerja purnawaktu;
  • Memiliki anggaran dan kewenangan pengambilan keputusan teknis yang cukup untuk melakukan program kerjanya;
  • Memiliki kecakapan untuk bekerja bersama para pemangku kepentingan lain, seperti Serikat Pekerja, LSM, badan-badan atau dinas pemerintah;
  • Memiliki kecakapan dalam mengelola mekanisme pengajuan keluhan dan resolusi konflik.

Bersama pemangku kepentingan, berikut bahasan yang perlu diperhatikan oleh Komite Gender:

  • Mengidentifikasi risiko kerja bagi pekerja perempuan;
  • Berdasarkan identifikasi, Komite Gender kemudian melakukan konsultasi dengan para pemangku kepentingan;
  • Mendorong dan memfasilitasi komunitas perempuan;
  • Memberi masukan pada manajemen dan direksi perusahaan.

"Senada dengan tema peringatan tahun 2025: Mempercepat aksi, GAPKI terus bergerak, memperluas, dan mempercepat promosi serta kampanye perlindungan pekerja perempuan. Menjadikan Buku Panduan Praktis tersebut sebagai alat edukasi dan kampanye. Sejumlah lokakarya dan pelatihan dilakukan di berbagai provinsi. Dengan cara itu, akan terwujud sawit berkelanjutan melalui kerja layak (decent work) yang responsif gender. Selamat Hari Perempuan International 2025," pungkas Sumarjono.