Wacana pemerintah untuk menghapus seluruh tunggakan iuran BPJS Kesehatan mulai mencuri perhatian publik. Langkah ini disebut sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam memastikan setiap warga negara memiliki akses terhadap layanan kesehatan, sekaligus membuka perdebatan tentang keberlanjutan sistem jaminan sosial nasional.

Kabar ini muncul di tengah meningkatnya perhatian terhadap pemerataan akses layanan kesehatan di Indonesia. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan selama ini menjadi tulang punggung perlindungan sosial masyarakat, dengan lebih dari 250 juta peserta aktif.

Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Benteng Ketahanan Ekonomi Nasional

Namun, di balik capaian tersebut, masih banyak peserta yang menunggak iuran karena kesulitan ekonomi, terutama dari kalangan pekerja informal dan masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam konteks inilah, wacana penghapusan tunggakan iuran muncul sebagai langkah yang dianggap berani sekaligus penuh konsekuensi.

Wacana yang Masih dalam Tahap Kajian

Isu penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan pertama kali diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Abdul Muhaimin Iskandar. Dalam sambutannya di Kupang, Nusa Tenggara Timur, awal Oktober 2025, ia menyampaikan harapan agar pemerintah dapat melunasi seluruh tunggakan peserta BPJS Kesehatan, sehingga masyarakat dapat kembali aktif sebagai peserta tanpa terbebani utang.

“Saya terus berusaha agar tunggakan utang seluruh peserta BPJS ini segera dibebaskan. Jadi tidak dianggap utang lagi. Semoga sukses bulan depan ini,” kata pria yang karib dikenal Cak Imin tersebut.

Baca Juga: Serba-Serbi Pegawai BPJS Kesehatan Gunakan Asuransi Swasta

Ia menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari agenda besar pemerintah untuk memperkuat jaring pengaman sosial, khususnya bagi kelompok rentan.

“Jangan sampai rakyat kecil tidak bisa mengakses layanan kesehatan hanya karena ada tunggakan lama,” tegasnya.

Namun, hingga kini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum menerima informasi resmi terkait kebijakan tersebut. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bahkan mengaku masih menunggu kejelasan soal rencana itu.

“Saya saja masih nanya sekjen saya, rupanya saya masih belum dikasih tahu. Jadi masih didiskusikan itu masalahnya, siapa nanti yang akan bayar BPJS Kesehatan,” ujar Purbaya saat Media Gathering Kemenkeu 2025 di Bogor, Jumat (10/10/2025) lalu, dikutip dari CNN.

Baca Juga: Pasar Asuransi Bergejolak, Generasi Muda Merasa Cukup dengan BPJS Kesehatan

Purbaya mengatakan akan segera berkoordinasi dengan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi untuk membahas perkembangan rencana ini lebih lanjut.

Tahap Verifikasi dan Perhitungan Anggaran

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi membenarkan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan penghapusan seluruh tunggakan iuran BPJS Kesehatan. Namun, ia menegaskan bahwa proses tersebut tidak bisa dilakukan secara instan.

“Sedang dipelajari dulu, dihitung dulu. Ada rencana seperti itu, tapi mohon waktu karena itu kan pasti harus dihitung. Datanya juga harus diverifikasi, kemudian angka nominalnya juga harus dipertimbangkan,” ungkap Prasetyo.

Meski belum diumumkan secara resmi, wacana ini diperkirakan akan menimbulkan implikasi fiskal yang besar, mengingat nilai tunggakan disebut mencapai triliunan rupiah. Pemerintah perlu memastikan bahwa langkah penghapusan ini tidak mengganggu stabilitas keuangan BPJS Kesehatan maupun keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Baca Juga: Pasar Asuransi Bergejolak, Generasi Muda Merasa Cukup dengan BPJS Kesehatan

Dukungan dari DPR

Wacana ini mendapatkan dukungan dari sejumlah anggota parlemen. Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina menilai kebijakan ini selaras dengan mandat konstitusi bahwa negara bertanggung jawab menjamin kesehatan rakyatnya.

“Kami melihat inisiatif ini sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi warganya dari risiko kesehatan dan beban finansial yang menumpuk,” kata Arzeti dalam keterangan tertulis, Kamis (9/10/2025).

Menurutnya, banyak masyarakat yang tidak bisa berobat karena kartu BPJS Kesehatan mereka nonaktif akibat menunggak iuran. Kondisi ini paling sering menimpa kelompok berpenghasilan rendah yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.

Baca Juga: Kesan Dato Sri Tahir: BPJS Kesehatan Sangat Membantu Masyarakat

“Mereka bukan tidak mau bayar, tapi memang karena keterbatasan ekonomi. Maka kebijakan penghapusan tunggakan ini menjadi harapan baru bagi masyarakat agar bisa kembali memperoleh akses kesehatan yang layak,” ujarnya.

Tantangan yang Dihadapi 

Meski mendukung, Arzeti mengingatkan bahwa kebijakan ini harus diimplementasikan dengan mekanisme yang terukur dan tepat sasaran. Ia menekankan pentingnya edukasi agar peserta tetap disiplin membayar iuran setelah tunggakan diputihkan.

“Pembebasan tunggakan ini penting, tetapi jangan sampai membuat masyarakat lalai terhadap kewajibannya. Edukasi dan pendampingan tetap harus dijalankan agar peserta JKN aktif membayar iuran secara rutin ke depannya,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, yang menyebut penghapusan tunggakan bisa dilakukan asalkan ada payung hukum yang jelas.

Baca Juga: Rosan Roeslani: Kolaborasi Pemerintah dan Swasta Jadi Fondasi Jakarta Sebagai Magnet Investasi

“Kalau ada landasan hukum dari pemerintah bahwa tunggakan itu akan diputihkan, maka tentunya kami akan mengikuti itu,” ucapnya.

Menurut Abdul, keberadaan aturan yang tegas akan mencegah kebingungan di lapangan dan memastikan transparansi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.

Antara Harapan dan Kewajiban Negara

Rencana penghapusan tunggakan BPJS Kesehatan ini menjadi simbol dari komitmen pemerintah terhadap pemerataan akses layanan publik. Namun, di sisi lain, langkah ini menimbulkan tantangan besar dalam hal keberlanjutan sistem jaminan sosial.

Baca Juga: Mengulik Rencana Pemerintah Menambah Saham Freeport

Pemerintah harus menyeimbangkan antara tanggung jawab moral untuk membantu masyarakat rentan dan tanggung jawab fiskal untuk menjaga kestabilan dana JKN. Jika tidak dirancang dengan hati-hati, penghapusan tunggakan bisa berisiko menciptakan moral hazard, di mana masyarakat merasa tidak perlu lagi membayar karena menganggap utang iurannya akan dihapus kembali.

Karena itu, langkah berikutnya bukan sekadar soal “menghapus”, melainkan merancang sistem yang lebih adaptif dan manusiawi, di mana peserta tetap terdorong untuk membayar sesuai kemampuan, sementara negara hadir untuk menopang kelompok yang benar-benar membutuhkan.

Seperti disampaikan Cak Imin, “Setelah masalah tunggakan selesai, kita dorong kesadaran iuran yang baru agar sistem ini bisa berkelanjutan.”

Rencana penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan masih dalam tahap kajian dan belum menjadi kebijakan resmi. Meski mendapat dukungan luas karena dianggap sebagai wujud kehadiran negara, pelaksanaannya harus diiringi dengan mekanisme yang adil, transparan, dan berkelanjutan.

Baca Juga: Pemerintah Gelontorkan Rp16 Triliun untuk Koperasi Merah Putih

Jika dilakukan dengan perhitungan matang dan dasar hukum yang kuat, langkah ini bisa menjadi momentum penting untuk memperkuat kembali kepercayaan publik terhadap sistem jaminan kesehatan nasional yang inklusif dan berkeadilan.