Bank Mayapada merupakan salah satu linis bisnis Mayapada Group milik pengusaha dan filantropis negeri, Dato Sri Tahir. Bank swasta yang fokus dalam kredit usaha kecil ini terkenal akan kekokohannya menghadapi krisis ekonomi 1998.
Didirikan pada 7 September 1989 silam di Jakarta, Bank Mayapada disahkan oleh Menteri Kehakiman RI pada 10 Januari 1990. Bank ini pun mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 16 Maret 1990 dan sejak 23 Maret 1990, perusahaan resmi menjadi bank umum.
Di tahun 1993, Bank Mayapada pun mendapat izin dari Bank Indonesia sebagai bank devisa. Dua tahun setelahnya, di tahun 1995, terjadi perubahan nama perusahaan menjadi PT Bank Mayapada Internasional, Tbk. Dengan kinerja bisnis yang menjanjikan, bank ini memutuskan go public (IPO) sejak 1997 dengan kode saham MAYA.
Pada tahun 2007, Bank Mayapada pun diketahui mendapat predikat bank umum terbaik nomor 2 selain bank milik negara. Melalui Bank Mayapada, karier bisnis Tahir pun semakin pesat. Hingga saat ini, lini bisnis Mayapada Group merambah ke banyak sektor tidak hanya di sektor keuangan tapi juga kesehatan, hotel dan real estate, ritel khusus, media, serta pertambangan dan energi.
Nah Growthmates, perjalanan Tahir mengembankan Bank Mayapada ini pun tertuang dalam buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice. Dalam buku biografinya itu, Tahir pun membeberkan sederet prinsip bisnis yang dianutnya, terutama dalam membesarkan Bank Mayapada.
Lantas, apa saja prinsip bisnis yang dianut suami Rosy Riady ini dalam membangun Bank Mayapada? Berikut Olenka ulas selengkapnya.
Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Terjun ke Bisnis Perbankan dan Mendirikan Bank Mayapada
Rumusan Dasar Tahir dalam Memulai Bisnis
Dalam menjalankan bisnis perbankannya, Tahir merasa ia dimudahkan oleh Tuhan yang mempertemukannya dengan orang-orang unggul, baik itu rekan bisnis, rekan kerja, hingga staf-stafnya.
Salah satunya adalah Hendra, dia adalah bawahan terbaik Tahir di Mayapada. Hendra mulai bekerja dengannya sejak tahun 1992 dan saat ini menjabat sebagai Komisaris Bank Mayapada.
“Ada pula Vincentius Chandra yang sekarang menjabat Vice President II Bank Mayapada. Lalu ada Haryono Tjahjarijadi yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mayapada. Hendra dan Mulyono ini sejak awal mendampingi saya dalam membangun Bank Mayapada sedari nol,” papar Tahir.
Di tengah perjalanannya membangun Bank Mayapada, Tahir bersama rekan kerjanya itu menerapkan strategi membangun bank dengan modal kecil agar dapat bersaing di tengah belantara bank-bank raksasa yang sebagian dimiliki oleh konglomerat. Dikatakannya, kerjasama tim menjadi salah satu strategi utamanya dalam menghadapi ‘peperangan’ tersebut.
“Saya menjadikannya sebagai rumusan dasar dalam memulai bisnis. Saya harus memahami aturan mainnya. Misalnya saya ditawari modal besar, katakanlah Rp 1 triliun, dengan dana sebesar itu saya didorong untuk membangun bisnis petrokimia. Saya akan mengambilnya? Tidak. Jika saya tidak paham aturan mainnya, dana sebesar itu akan habis dalam waktu singkat,” beber Tahir.
“Jadi gak ada gunanya punya modal besar jika saya tidak punya punya pengetahuan tentang bisnis yang akan saya jalankan. Terlepas dari godaan apapun, saya tidak akan pernah mau terlibat dalam bisnis yang saya gak paham aturan permainannya,” sambung Tahir.
Tahir melanjutkan, bisnis tak ubahnya seperti pertandingan tinju. Tentunya kita harus mengukur kemampuan diri kita terlebih dahulu sebelum akhirnya masuk ke ring tinju. Menurutnya, jika kita tergolong masuk dalam kategori kelas bulu, tentu kita tidak akan mengikuti pertandingan kelas welter.
“Singkatnya, kita harus sadar diri. Mungkin orang menganggap saya konservatif dan suka tantangan, tapi itulah rumusan dasar saya dalam menjalankan bisnis dengan benar. Saran terbaik saya di sini, pastikan Anda mengetahui dengan pasti aturan main dalam berbisnis dan arena pertarungan yang tepat sesuai dengan kekuatan Anda sendiri,” papar Tahir.
Tahir berujar, alih-alih ada yang menawarinya bisnis petrokimia dengan modal besar misalnya, justru ia akan lebih memilih menjalankan bisnis makanan dan minuman. Meskipun mungkin dalam bisnis makanan dan minuman ini modal yang ditawarkan kepadanya lebih kecil, namun ia lebih suka dan lebih percaya diri menjalankan bisnis makanan dan minuman itu dan mengembangkannya lebih jauh.
“Alasannya, saya akan merasa kompeten dan bidang bisnis tersebut dengan kelebihan saya. Saya tidak akan khawatir bersaing dengan pemilik perusahaan sebesar Djarum, misalnya. Saya juga tidak akan khawatir harus bersaing dengan seseorang yang lebih hebat seperti Bill Gates, misalnya,” ungkap Tahir.
“Keunggulan yang dimiliki Bill Gates tidak akan membuat saya bangkrut, begitu pula kekayaan yang dimiliki Djarum tidak dapat digunakan untuk membangun bisnis ini. Itu yang saya maksud,” lanjut Tahir.
Lebih jauh Tahir memaparkan jika kekuatan modal bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan suatu bisnis. Modal yang besar juga, kata dia, belum tentu akan membawa ke keberhasilan bisnis. Uang memang akan datang setelah keberhasilan bisnis, namun lebih dari itu, lanjut dia, pengetahuan tentang aturan main dalam berbisnis adalah yang terpenting.
“Oleh karena itu, ketika saya menjalankan operasional Bank Mayapada, saya menerapkan prinsip yang sama,” ujar Tahir.
Baca Juga: Cerita Dato Sri Tahir soal Asal Muasal Nama Mayapada