Sosok Yusril Ihza Mahendra tak luput dari perhatian publik sebagai bagian dari Kabinet Merah Putih era Presiden Prabowo Subianto. Saat ini, ia menjabat sebagai Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan untuk periode 2024–2029.
Dikenal luas sebagai pakar hukum tata negara, Yusril telah lebih dari tiga dekade berkiprah di dunia hukum, politik, dan pemerintahan. Ia kerap menjadi rujukan dalam berbagai isu konstitusi dan perundang-undangan, baik sebagai akademisi, advokat, maupun pejabat negara.
Ketajaman argumennya serta reputasinya sebagai negosiator ulung menjadikannya salah satu tokoh yang disegani di kancah politik nasional. Bahkan, ia pernah nyaris terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat di tahun 1999.
Lantas seperti apa sosok dan perjalanan karier Yusril hingga nyaris terpilih menjadi orang nomor satu RI? Berikut ini Olenka sajikan sejumlah informasi terkait seperti dikutip dari berbagai sumber, Senin (11/8/2025).
Baca Juga: Menteri Yusril Buka Suara Soal Desas-desus Gibran Berkantor di Papua
Mengawali Karier Sebagai Asisten Dosen
Pria kelahiran Bangka Belitung, 5 Februari 1956 ini memulai perjalanan kariernya sebagai Asisten Dosen (Asdos) di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia mengajar berbagai mata kuliah, mulai dari Studia Islamica, Hukum Tata Negara, Perbandingan Hukum Tata Negara, Teori Ilmu Hukum, hingga Filsafat Hukum, di bawah bimbingan Prof. Osman Raliby dan Prof. Dr. Ismail Sunny.
Dedikasinya di dunia akademik membawanya menapaki karier gemilang, hingga pada tahun 1998 ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara. Dua tahun sebelumnya, putra pasangan Idris bin Haji Zainal Abidin dan Nursiha Binti Jama Sandon ini dipercaya Yusril bekerja di Sekretariat Negara yang ketika itu dipimpin oleh Moerdiono sebagai Menteri Sekretaris Negara.
Pencapaian tersebut tak lepas dari latar pendidikan yang mumpuni. Usai menamatkan SMA, Yusril melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia jurusan Hukum Tata Negara sekaligus menempuh pendidikan di Fakultas Sastra universitas yang sama.
Ia kemudian memperluas wawasan akademiknya ke kancah internasional dengan mengikuti program pascasarjana di Graduate School of Humanities and Social Sciences, University of the Punjab, dan meraih gelar Doctor of Philosophy dalam Ilmu Politik dari Universiti Sains Malaysia di Penang.
Baca Juga: Menteri Yusril: Harapan Indonesia Bebas Korupsi Masih Jauh dari Target
Penulis Pidato Kepresidenan
Pada tahun 1996, Yusril Ihza Mahendra dipercaya oleh Presiden Soeharto untuk menjadi penulis pidato resmi presiden. Selama masa tugasnya hingga 1998, ia telah menulis 204 pidato untuk Soeharto, mencakup berbagai momentum penting kenegaraan. Selain pidato, Yusril juga bertanggung jawab menyiapkan berbagai naskah kepresidenan, mulai dari surat resmi hingga draft pernyataan penting.
Memasuki era Reformasi 1998, Yusril berada di garis depan dalam mendukung perubahan politik di Indonesia. Peran krusialnya tercatat dalam sejarah, ketika ia diminta menulis naskah pidato pengunduran diri Presiden Soeharto.
Setelah masa jabatan Soeharto berakhir, Yusril tetap melanjutkan perannya sebagai penulis naskah kepresidenan, kali ini untuk Presiden BJ Habibie. Kiprah tersebut berlanjut hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ketika ia menjabat sebagai Menteri Sekretariat Negara. Dalam periode itu, ia tercatat menulis lebih dari 300 naskah pidato, mencakup berbagai agenda kenegaraan dan momen penting di tingkat nasional maupun internasional.
Empat Kali Menjabat Sebagai Menteri
Kiprah karier Yusril kian cemerlang dengan rekam jejaknya yang berhasil menduduki kursi menteri di tiga pemerintahan berbeda. Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001), ia dipercaya memegang jabatan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Selanjutnya, di era Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004), ia kembali diamanahkan sebagai Menteri Hukum dan HAM. Kariernya berlanjut di kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2007) sebagai Menteri Sekretaris Negara.
Kini, Yusril kembali dipercaya mengemban tugas strategis sebagai Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan di Kabinet Merah Putih periode 2024-2029 di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga: Debat Sengit Romo Magnis dan Yusril Mahendra di Sidang PHPU Soal Etika dan Filsafat
Nyaris Terpilih Sebagai Presiden
Mengutip dari lama Viva, Yusril Ihza Mahendra pernah nyaris menduduki kursi Presiden Republik Indonesia pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1999.
Pasca lengsernya Presiden Soeharto pada 1998, Yusril yang sebelumnya berkarier sebagai dosen hukum memutuskan terjun ke dunia politik praktis. Ia kemudian mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB), yang digadang sebagai penerus semangat perjuangan Partai Islam Masyumi di era Presiden Soekarno.
Dalam pemilihan presiden yang digelar MPR RI pada Oktober 1999, Yusril maju sebagai calon dengan raihan 232 suara, bersaing dengan Megawati Soekarnoputri yang memperoleh 305 suara, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan 185 suara.
Meski peluang Yusril untuk menggantikan BJ Habibie sempat terbuka lebar, konstelasi politik berubah ketika koalisi Poros Tengah, yang terdiri dari PBB, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Golkar, memutuskan untuk mengalihkan dukungan kepada Gus Dur yang diusung PKB. Di putaran kedua, Gus Dur akhirnya mengalahkan Megawati dan terpilih sebagai Presiden.