Sebelumnya, Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) telah merekomendasikan pemberlakuan BMAD setelah menemukan indikasi praktik dumping yang merugikan industri lokal. Namun, dalam proses kebijakan publik, terdapat ruang diskusi antarinstansi untuk menimbang berbagai dampak sebelum keputusan akhir diumumkan.
Redma menyoroti pentingnya kehadiran negara dalam menciptakan level playing field yang adil bagi pelaku industri nasional. Menurutnya, praktik dumping dan subsidi yang dilakukan negara asal produk impor bisa melemahkan daya saing industri dalam negeri jika tidak ditanggapi dengan langkah perlindungan yang tepat.
“Industri tekstil Indonesia merupakan salah satu yang paling lengkap di dunia, setelah China dan India. Bila dikelola dengan baik dan didukung penuh, sektor ini bisa menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja,” tambahnya.
Ia juga menekankan efek berantai dari keberlangsungan sektor ini—dari penyerapan tenaga kerja, konsumsi energi, hingga penguatan rantai pasok industri dalam negeri. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh pihak, termasuk pemerintah, untuk menjaga kesinambungan sektor ini dalam jangka panjang.
“Ini bukan sekadar soal harga murah atau efisiensi semata, tapi menyangkut nasib jutaan pekerja, keberlangsungan usaha, dan masa depan industri nasional,” kata Redma.
Sebagai negara dengan ambisi besar dalam membangun industri petrokimia dan manufaktur, keberpihakan terhadap industri hulu seperti tekstil menjadi penting agar visi besar tersebut dapat tercapai secara berkelanjutan.
Pemerintah pun diharapkan terus membuka ruang dialog bersama pelaku industri agar kebijakan yang dihasilkan dapat menjawab kebutuhan sektor secara adil dan berimbang.