Dengan capain tersebut, Tahir sekali lagi mengacungkan jempol buat Jokowi.
Walau pembangunan berbagai fasilitas itu berkontribusi pada pembengkakan utang negara, namun setidaknya hal itu bisa menjadi pintu gerbang bagi Indonesia menuju negara maju.
Semua utang negara dipakai untuk hal-hal produktif, bukan pembangunan yang hanya sekedar gagah-gahan tanpa kalkulasi yang jelas.
“Tapi di era Pak Jokowi, semua pinjaman digunakan untuk produktif,” ujar Tahir.
Penggunaan utang negara untuk pembangunan infrastruktur bukan sesuatu yang diharamkan konstitusi di negara ini, Itu sah-sah saja dilakukan, pemerintah tak mungkin tak punya alasan untuk melakukan hal itu.
Baca Juga: Prabowo ke Jokowi: Kalau Bapak Dicubit yang Rasakan Seluruh Partai Gerindra
Pemerintahan Jokowi memang sedikit kepayahan mendapatkan investor untuk pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa. Sementara Jokowi sudah memegang teguh prinsipnya, pembangunan di era pemerintahnya tak boleh lagi Jawa sentris. Pembangunan mesti merata dari Sabang sampai Merauke.
Jalan satu-satunya untuk memuluskan agenda ini adalah meminjam modal dari sumber lain untuk menggenjot pembangunan demi menciptakan kemakmuran bagi seluruh anak bangsa.
“Menurut saya, kita bicara APBN, itu Jawa sebetulnya bisa tidak terlalu banyak menggunakan APBN. Kita lebih condong menggunakan kerjasama dengan swasta, atau dengan asing, KSO. APBN dipakai di luar Jawa, karena di sana tidak banyak investor yang mau. Maka pemerintah menggunakan. Dan ini sudah dijalankan oleh kabinet yang baru,” tutup Tahir.